Disusun Oleh:
Andriyan
211516060
JURUSAN
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
IAIN
PONOROGO
2019
_____________________________________________________________________
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia
diciptakan untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan seseorang dimulai ketika dia
baru lahir, kemudian menjadi anak-anak, dewasa, lanjut usia dan meninggal.
Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu
suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu
yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Masa lansia
adalah periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun dan berakhir dengan
kematian. Masa ini adalah masa untuk penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan
dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan peyesuaian diridengan
peran-peran sosial. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab I Pasal 1 berbunyi :“Lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai 60 (enam puluh) tahun keatas”.
Dalam
perkembangannya manusia akan mengalami proses kelahiran dan kematian, dan dalam
hal ini manusia tidak akan lepas dari penuaan. Proses penuaan merupakan suatu
proses yang tidak dapat dicegah, selain itu penuaan merupakan hal yang wajar
yang dialami oleh orang yang diberi
karunia umur panjang.
Lansia yang
mengalami penuaan memunculkan berbagai perubahan pada fisiknya, penuaan
merupakan perubahan yang berhubungan dengan waktu yang dimulai sejak lahir dan
berlanjut sepanjang hidup. Penuaan merupakan bagian dari proses biologis, di
mana dari tahun ke tahun tubuh akan mengalami perubahan dan akan semakin
memburuk kondisinya.
Lansia memiliki
berbagai macam masalah yang timbul dalam kehidupannya. Masalah yang timbul
adalah yang berkaitan dengan fisik dan psikologis. Kemunduran ini terjadi
secara perlahan dan bertahap, terkadang tidak disadari namun terasa dalam
kehidupannya. Tahap kemunduran ini disebut juga proses menjadi tua atau menua.
Kemunduran
fisik disebabkan oleh perubahan pada sel-sel tubuh, bukan karena penyakit khusus
namun karena proses menua. Perubahan terjadi pada bentuk fisik lansia.
Perubahan fisik ini berpengaruh pada penampilan lansia. Fisik yang gagah dan
kuatpada periode lansia digantikan menjadi fisik yang lemah. Selain itu,
terjadi perubahan pada sistem inderawi. Penurunan fungsi pada penglihatan,
pendengaran, perasa, penciuman dan peraba. Menurunnya ketahanan terhadap rasa
sakit untuk setiap bagian tubuh berbeda.
Masalah
psikologis lansia umumnya adalah kesepian, terasingkan dari lingkungan, ketidak
berdayaan perasaan, merasa tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan,
keterlantaran, terutama bagi lansia yang miskin.
Berbagai macam
kebutuhan yang bersifat seperti: kesehatan, perekonomian dan psikologis
mewarnai kehidupan lansia. Lansia yang sudah tidak mampu melakukan pekerjaan,
seperti waktu mereka masih muda menyebabkan lansia harus dibantu dalam
pelaksanaan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Setiap individu
dapat menghayati hidup bermakna, namun setiap individu memiliki makna hidup
yang berbeda-beda, termasuk pada lansia. Setiap individu memiliki keinginan
untuk bermakna dalam hidupnya, yang bersifat independen, tidak berdasarkan
jenis kelamin, usia, kapasitas intelektual, karakteristik kepribadian, atau
agama.
Kondisi di atas
merupakan hal yang paling sering terjadi pada lansia. Ketika lansia dihadapkan
pada periode dimana dia harus berhenti bekerja, maka munculah kondisi seperti
hilangnya minat, kurangnya inisiatif, mempunyai perasaaan hampa, merasa tidak
memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, mudah merasa bosan.
Kondisi ini
adalah kondisi dimana lansia tidak mencapai hidup yang bermakna. Ketidak berhasilan
menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa
makna.
Kehidupan yang
bermakna akan kembali setelah berada pada periode dimana lansia merasakan
hidupnya tidak bermakna, dan dibutuhkan cara agar mencapai kebermaknaan hidup.
Kebermaknaan hidup merupakan hal terpenting untuk menunjang proses penemuan
arti kebahagiaan saat menjalani kehidupan. Pencarian akan makna menjadi pusat
dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna adalah
kekuatan motivasional mendasar dalam diri manusia.
Semua orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk merasakan kehidupan yang bermakna termasuk lansia
yang tidak tinggal dengan keluarganya. Bergabungnya lansia dalam sebuah lembaga
sosial atau panti jompo menjadi salah
satu solusi yang cukup baik demi kelangsungan hidup lansia. Kondisi lansia yang
sudah berpisah dengan keluarga tidak menutup kemungkinan nantinya lansia akan
menemukan makna hidupnya. Makna hidup tidak mengenal status sosial,
pangkat, dan kekayaan. Siapa pun yang telah
berjuang menemukan makna hidup maka layak mendapatkannya.
Berdasarkan
uraian yang peneliti kemukakan di atas, peneliti menyadari betapa pentingnya
kebermaknaan hidup terhadap keberlangsungan hidup lansia, oleh karena itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prespektif lansia
terhadap kebermaknaan hidup lanis yang tinggal di panti jompo Tresna Werdha
Magetan.
B.
RUMSAN MASALAH
1. Bagaimana
upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup ?
2.
Faktor
apa saja yang mendorong lansia dalam memperoleh kebermaknaan hidup ?
3. Mengapa
menemukan kebermaknaan hidup bagi lansia di pati jompo bernilai penting ?
C.
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui
upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup.
2. Mengetahui
faktor apa saja yang mendorong lansia dalam memperoleh kebermaknaan hidup
3.Mengetahui
pentingnya nilai kebermaknaan hidup bagi lansia yang tinggal di pati jompo
D.
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak terkait dalam rangka
peningkatan kesejahteraan hidup pada lansia agar peningkatan umur harapan hidup
diimbangi dengan kualitas kesejahteraan yang baik bagi lansia. Secara rinci,
beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Manfaat
secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu
psikologi, yaitu untuk menjelaskan tentang bagaimana lansia dapat menemukan kebermaknaan
hidupnya.
2.
Manfaat
praktis
Bagi peneliti yang melakukan penelitian tentang lansia di panti
jompo, agar dapat mengetahui secara mendalam tentang lansia khususnya yang
berada di panti jompo.
Bagi lansia
sendiri, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat untuk menambah
pengetahuan lansia mengenai pentingnya meraih kesejahteraan atau kebermaknaa
hidup di masa tuanya, agar lansia merasakan kebahagiaan secara psikologis
sehingga terhindar dari gangguan-gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan
psikis serta membuat hidupnya lebih bermakna.
Dengan hidup yang
bermakna maka tingkat harapan hidup lansia juga akan meningkat. Kehidupan yang
bermakna akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis lansia. Kebermaknaan hidup
seseorang juga akan berpengaruh pada kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.
E.
TELAAH PUSTAKA TERDAHULU
1.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh:
Rohmah, Nur. 2011. Studi Deskriptif Tentang Kebermaknaan Hidup Lansia yang
Tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Skripsi, Jurusan
Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES. Menyatakan bahwa: “Sebagian besar
lansia Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran mempunyai gambaran
kebermaknaan hidup yang tergolong dalam kategori sedang yang berarti lansia
Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo sudah merasakan hidup mereka cukup berharga
dan berarti, sudah menemukan makna dalam hidup tetapi kadang-kadang masih
mengalami perasaan hampa dan gersang. Lansia juga telah menemukan tujuan hidup
tetapi belum sepenuhnya jelas dan terarah.”
2.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh: Indah Agustina Pratiwi, Jurusan Bimbingan
Konseling Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri
Surakarta, di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso
Surakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pencapaian
kebermaknaan hidup di mulai dari tahap penderitaan yang terdiri dari peristiwa
mengurung diri dan percobaan bunuh diri, kemudian tahap penerimaan diri melalui
konsultasi dan beribadah, tahap penemuan kebermaknaan hidup subyek diperoleh di
lingkungan BBRSBD, tahap komitmen dan kegiatan terarah melalui belajar dan
berkarya serta tahap pengembangan kebermaknaan hidup dengan cara istiqomah,
konsisten, jujur dan meningkatkan rasa syukur terhadap semua pemberian Allah
SWT .
Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup
disabilitas daksa bukan bawaan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa
(BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso Surakarta terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal terdiri dari kepribadian, sikap optimis dn ibadah. Pengalaman
tersebut menjadikan bekal dalam meneruskan kehidupan subyek ke depannya.
Kemudian faktor eksternal terdiri dari keluarga, pekerjaan serta budaya dan
lingkungan masyarakat.
3.
Berdasarkan
hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh: Ahmad Wahyu Adi Prabowo, Pasca
Sarjana Uin Sunan Kalijaga Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi
Pekerjaan Sosial Yogyakarta, menunjukan bahwa sebagian besar lansia di Panti
Wreda Budhi Darma Alasan lansia memilih tinggal di panti adalah karena
keinginan personal dan kelemahan struktur kekuatan keluarga. Keinginan personal
dapat berasal dari keinginan untuk mandiri, keikhlasan menerima kondisi hidup
dan ketersediaan jaminan sosial untuk kehidupan lansia. Alasan lansia karena
kelemahan struktur kekuatan keluarga dapat disebabkan karena konflik keluarga.
Disamping itu sebagian besar lansia di Panti Wreda Budhi Darma menemukan kebermaknaan
hidupnya dan sudah merasakan hidup mereka cukup berharga dan berarti, sudah
menemukan makna dalam hidup tetapi kadang-kadang masih merasakan perasaan hampa
dan gersang. Lansia yang telah menemukan tujuan hidup tetapi belum sepenuhnya
jelas dan terararh.
Lansia yang masih belum sepenuhnya menghayati apa makna dari hidup
yang mereka jalani. Kadang-kadang lansia kehilangan arah dan tujuan
hidup.Lansia yang sudah paham mampu memhami arti hidup. Alasan yang selalu
mendorong lansia untuk tetap meneruskan hidup telah ditemukan tetapi tidak
jarang lansia menilai bahwa hidupnya penuh penderitaan dan masih belum menerima
apa yang telah diberikan Tuhan.
Aspek kebermaknaan hidup lansia di Panti Wreda Budhi Darma
Yogyakarta dilihat dari aspek kebebasan bekehendak telah merasakan kebebasan
dalam menentukan sikap yang menuntut tanggung jawab atas dirinya sendiri,
tetapi belum sepenuhnya. Terkadang lansia merasa yakin atas pilihannya sendiri
dan kebebasan yang dikembangkan masih mengandung unsur kesewenang- wenangan.
Dalam aspek kehendak hidup bermakna lansia mempunya keinganan yang
cuku tinggi untuk ikut aktif beperan serta dalam setiap program yang ada baik
program pribadi maupun program Panti Wreda Budhi Darma tetapi terkadang masih
muncul rasa pesimis terhadap kebermanfaatannya. Secara pribadi, lansia belum
sepenuhnya merasa berharga karena sesekali masih merasa kehilangan arah dan
tujuannya.
Aspek yang terkahir aspek makna hidup terhadp lansia. Lansia juga
cukup mampu memahami arti hidup dan telah menemukan alasan yang selalu
mendorong lansia untuk tetap meneruskan hidup.Tetapi tidak jarang lansia masih
mengeluh terhadap keadaan yang dialami saat ini.Lansia masih mengalami suatu
perasaan hampa karena kehilangan makna hidup.
Besarnya lansia yang telah mencapai kebermaknaan hidup terjadi
karena mampu menghayati setiap aktivitas dan kegiatan-kegiatan di panti.
Melalui aktivitas yang mereka lakukan dan kegiatan yang mereka ikuti, hidup
terasa lebih berharga dan bermakna karena masih ada sesuatu yang masih bisa
mereka lakukan. Para lansia merasa yakin bahwa apa yang telah dikerjakan pasti
bermanfaat. Misal, lansia melakukan senam pagi karena paham tubuh akan segar
dan sehat. Lansia menyadari bahwa menjaga badan agar tetap bugar adalah
tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab orang lain. Apa yang dijalani
lansia di Panti Wredha Budhi Darma adalah keputusan yang didasari atas rasa
tanggung jawab pribadi yang tinggi. Melakukan sebuah pekerjaan dengan penuh
tanggung jawab merupakan bukti bahwa seseorang telah mampu menghayati hidupnya.
Dan skripri yang diajukan oleh peneliti dengan judul “kebermaknaan
hidup lansia di panti jompo Tresna Werdha Magetan” belum pernah diajukan
sebelumnya di kampus IAIN Ponorogo Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah.
F.
LANDASAN TEORI
1.
Pengertian kebermaknaan hidup
Frankl mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup adalah keadaan yang
menunjukkan sejauh mana seseorang telah mengalami dan menghayati kepentingan
keberadaan hidupnya menurut sudut pandang dirinya sendiri. Dittman-Kohli dan
Westerhof berpendapat bahwa di dalam kebermaknaan terdapat dua arti dasar.
Pertama, kebermaknaan lebih menunjuk pada interpretasi terhadap pengalaman atau
hidup pada umumnya. kedua, kebermaknaan lebih menunjuk pada tujuan-tujuan dan
motivasi-motivasi yang membuat individu memiliki respek terhadap pengalamannya
atau hidupnya.
Menurut Ancok kebermaknaan hidup adalah sebuah kekuatan hidup
manusia untuk memiliki sebuah komitmen kehidupan. Makna hidup ini bermula dari
adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan adanya alasan mengapa
seseorang harus tetap hidup. Kebermaknaan hidup dapat diwujudkan dalam sebuah
keinginan menjadi orang yang berguna untuk orang lain, apakah itu anak, lstri,
keluarga dekat, komunitas negara dan bahkan umat manusia.[1]
Frankl berpendapat bahwa manusia secara hakiki mampu menemukan
kebermaknaan hidup melalui transendensi diri. Pendapat tersebut sejalan dengan
Paloutzian yang mengemukakan bahwa perasaan keagamaan yang matang akan membantu
individu memuaskan “keinginan akan makna” dengan mengambil ajaran agama yang
diterapkan dalam seluruh aspek kehidupannya.
Kebermaknaan hidup juga bersifat personal dan unik sebab individu
bebas menentukan pilihan caranya sendiri dalam menemukan dan meniciptakan
kebermaknaan hidup. Menciptakan kebermaknaan hidup menjadi tanggung jawab
individu dan tidak dapat dipercayakan kepada orang lain sebab dia sendiri yang
merasakan/mengalami kebermaknaan kehidupannya.
Kebermaknaan hidup berbeda dari orang ke orang lain, dan bahkan
dari momen ke momen yang lain. Meskipun demikian, manusia memiliki kemampuan
untuk menemukan kebermaknaan hidup dalam kondisi apapun bahkan ketika harus
menghadapi situasi yang sungguh tak menyenangkan.
Pencarian kebermaknaan hidup merupakan tugas yang menyebabkan
adanya peningkatan tegangan batin yang merupakan prasyarat bagi kesehatan
psikologis individu oleh karena suatu kepribadian yang sehat mengandung tingkat
tegangan tertentu antara apa yang telah dicapai atau diselesaikan dengan apa
yang harus dicapai atau diselesaikan.
Dengan adanya tegangan ini individu yang sehat selalu
memperjuangkan tujuan yang memberikan kebermaknaan hidup. Dengan perjuangan
yang terus‐menerus ini menghasilkan kehidupan
yang penuh semangat dan gembira. Tanpa adanya kebermaknaan hidup, manusia tidak
memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan.[2]
2.
Komponen-komponen kebermaknaan hidup
Terdapat komponen-komponen
yang potensial dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan
mengembangkan kehidupan bermakna sejauh diaktualisasikan. Komponen ini ternyata
cukup banyak ragamnya, tetapi semuanya dapat dikategorikan dalam menjadi tiga dimensi
yaitu :
a) Dimensi
Personal
Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal adalah:
1)
Pemahaman
diri (self insight), yakni meninggkatnya
2)
kesadaran
atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan
perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.
3)
Pengubahan
sikap (changing attitude), dari semula tidak tepat menjadi lebih tepat
dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang terelakkan.
b) Dimensi Sosial
Unsur yang merupakan Dimensi sosial adalah dukungan sosial (social
supprot), yakni hdirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dpat
dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat-saat diperlukan.
c) Dimensi Nilai-nilai
Adapun unsur-unsur dari Dimensi nilai-nilai meliputi :
1)
Makna
hidup (the meaning of live), yakni nilai-nilai penting dan sangat
berartibagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup
yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatanya.
2)
Keikatan
diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan
hidup yang ditetapkan.
3)
Kegiatan
terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara
sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-poteni pribadi (bakat, kemampuan,
keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk
menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.
Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya
dapat diungkap sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan
hidup bermakana dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi
kualitas-kualitas insani.[3]
3.
Sumber-sumber kebermaknaan hidup
Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun
buruknya kehidupan tersebut. Makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam
keadaan-keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam
penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya.
Tanpa bermaksud menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan
makna hidup seseorang, dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang
secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan
makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga
nilai (values) ini adalah creative values, experience values, dan
attitudional values.
a) Nilai-nilai
kreatif (CreativeValues). Pendekatan nilai-nilai kreatif untuk menemukan
makna hidup, yaitu dengan “bertindak”. Ini merupakan ide eksistensial
tradisional, yaitu menemukan makna hidup dengan cara terlibat dalam sebuah
proyek, atau lebih tepatnya terlibat proyek berharga dalam kehidupan.
b)
Kegiatan
berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan
keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan
sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya.
c) Melalui
karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara
bermakna. Pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk
menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada
pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal
ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang
mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaan.
Nilai-nilai penghayatan (EksperientialValues) Melalui
nilai-nilai penghayatan, yakni dengan cara memperoleh pengalaman tentang
sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita. Keyakinan dan penghayatan akan
nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta
cinta kasih.
Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang
berarti hidupnya. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan
berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan
merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
Cinta kasih senantiasa menunjukkan kesediaan untuk berbuat
kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin
menampilkan diri sebaik mungkin di hadapannya.
Erick Form,
seorang pakar psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta kasih
yang murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility),
rasa hormat (respect), dan pengertian (understanding).
a) Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values) Menerima dengan
penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak
mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian,
dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara
maksimal.
Hal yang diubah
bukan keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam
menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin
diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan
tabah terhadap hal-hal tragis yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah
pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi
pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu.
Penderitaan memang
dapat memberikan makna dan guna apabila dapat mengubah sikap terhadap
penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan
bagaimanapun arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat
mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.
Frankl
menyebutkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui ketiga jalan. Pertama,
memalalui apa yang kita berikan kepada hidup (nilai kreatif). Kedua, melalui
apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran, dan cinta-nilai
penghayatan). Ketiga, melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau
nasib yang bisa kita ubah.[4]
Selain
ketiga sumber makna hidup diatas, H.D. Bastaman menambahkan sumber makna hidup
yang keempat yaitu Nilai Penghargaan (Hopeful values). Harapan
adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau membawa perubahan yang
baik dikemudian hari. Adanya keyakinan seperti ini mengandung tujuan
mengarahkan seseorang untuk menemukan makna hidup (Bastaman, 2007).[5]
4.
Aspek-aspek makna hidup
Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur tinggi-rendahnya makna
hidup antara lain:
a)
Tujuan
hidup, yaitu sesuatu yang menjadi pilihan, memberi nilai khusus dan dijadikan
sebagai tujuan/sasaran dalam hidup.
b)
Kepuasan
hidup, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya, sejauh mana kepuasan
terhadap aktivitas-aktivitas yang dijalankan.
c)
Kebebasan,
yaitu perasaan mampu mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.
d)
Sikap
terhadap kematian, yaitu bagaimana pandangan dan kesiapan seseorang dalam
menghadapi kematian.
e)
Pikiran
tentang bunuh diri, yaitu bagaimana pemikiran seseorang tentang masalah bunuh
diri.
f)
Kepantasan
hidup, yaitu pandangan seseorang mengenai apakah ia merasa sesuatu yang
dialaminya pantas atau tidak.[6]
5.
Faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup
Logoterapi sebagai filsafat manusia dalam beberapa hal banyak
kesamaan dan kesejalanan dengan pandangan filsafat yang lain. Pandangan
logoterapi terhadap manusia adalah sebagai berikut:
a) Manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan
spiritual. Unitas bio-psiko-sosiokultural-spiritual.
b) Manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi
ragawi dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam
logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimensi ini dimiliki
manusia 16 tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh
karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality,
supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c) Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self
detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta
mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d) Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta
senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya
serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
6.
Karakteristik makna hidup
Dengan menyatakan bahwa manusia bertanggung jawab dan harus
mewujudkan berbagai potensi makna hidup, Frankl ingin menekankan bahwa makna
hidup yang sebenarnya harus ditemukan di dalam dunia dan bukan di dalam batin
atau jiwa orang tersebut.
Dia membuat istilah khusus untuk menggambarkannya, yaitu
”transendensi diri” dalam keberadaan manusia” (the self transcendence of
human existence). Terdapat karakteristik makna hidup yang diungkapkan oleh Frankl yaitu :
a)
Makna
hidup itu sifatnya “unik” dan “personal”. Artinya, apa yang dianggap berarti
oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang
dianggap penting dan bermakna saat ini belum tentu sama bermaknanya bagi orang
itu pada saat yang lain.
b)
Makna
hidup adalah “spesifik” dan “nyata”. Artinya makna hidup bukan sesuatu yang
khayal, melainkan makna hidup dapat ditemukan pada segala kondisi. Makna hidup
juga tidak perlu sesuatu yang serba abstrak ataupun idealis, melainkan dapat
ditemukan dalam pengalamanpengalaman yang sederhana dalam kehidupan
sehari-hari.
c)
Makna
hidup memberikan pedoman dan arah pada kegiatan yang dilakukan.
d)
Makna
hidup diakui sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, sempurna dan paripurna. Yang
disebut dengan The Ultimate Meaning of Life.
Seseorang yang
tidak menemukan makna hidup akan mengalami sindroma ketidak bermaknaan (syndrom
of meaninglessness). Sindroma ini terdiri dari dua tahapan yaitu kevakuman
eksistensi (existential vacum) dan neurosis noogenik.
7.
Pengertian lansia
Seseorang dikatakan usia lanjut bila seseorang telah mencapai usia
60 tahun keatas dan memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologis,
psikologis, dan sosial. Hasil penelitian memberikan penjelasan definisi lansia
bahwa seseorang dikatakan lansia bukan hanya dari kronologis usianya tetapi
menunjukkan tugasnya sebagai orang tua itu juga sudah terpenuhi.[7]
Usia lanjut merupakan fase lanjut dan akhir dari perjalanan hidup
manusia dan dalam fase ini terjadi proses menua yang bersifat regresif. Proses
menua ini mempunyai empat sifat penting, yaitu menyeluruh, bertahap,
degenerasi, dan kegagalan.
Menurut Bernice Leugarten yang dikutip Matindas, usia lanjut dibagi
menjadi usia lanjut muda ( 55- 75 tahun ), yaitu pada saat seseorang resmi
pensiun tetapi masih aktif dan bersemangat dan usia lanjut tua ( > 75 tahun
). Dalam hal ini Levinson dan kawan-kawan, seperti dikutip Matindas ( 1994 ),
membagi lagi usia lanjut muda ke dalam tiga tahapan : usia lanjut peralihan
awal ( 50-55 tahun ), peralihan menengah ( 55-60 tahun ), usia lanjut peralihan
akhir ( 60-65 tahun ), dan usia lanjut tua ( > 65 tahun ).[8]
8.
Karakteristik lansia
Menurut Bustan terdapat
beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mendeteksi
masalah-masalah yang dialami lansia antara lain:
a)
Jenis
kelamin; lansia lebih banyak wanita dari pada pria
b)
Status
perkawinan; status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi
c)
Living
arrangement; keadaan
pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak atau
keluarga lainnya
d)
Kondisi
kesehatan; pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia
cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan
aktivitas sehari-hari
e)
Keadaan
ekonomi; pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk kelangsungan
hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan lansia menurun
sehingga tidak semua kebutuhan lansia dapat terpenuhi.[9]
1.
Perubahan yang dialami lansia
a)
Perubahan
fisik – biologi
Perubahan fisik
pada lansia lebih banyak ditekankan pada penurunan atau berkurangnya fungsi
alat indera dan sistem saraf mereka seperti penurunan jumlah sel dan cairan
intra sel, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal,
sistem endokrin dan sistem musculoskeletal. Perubahan-perubahan fisik yang
nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika
harus berinteraksi dengan lingkungannya (Santrock, 2002).
b) Perubahan psikis
Perubahan psikis
pada lansia adalah besarnya individual differences pada lansia. Lansia memiliki
kepribadian yang berbeda dengan sebelumnya. Penyesuaian diri lansia juga sulit
karena ketidakinginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun
pemberian batasan untuk dapat beinteraksi (Hurlock, 1980). Keadaan ini
cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan
jiwa secara khusus pada lansia.
c) Perubahan sosial
Umumnya lansia
banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu
dilakukan secara terpaksa. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga
mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.
d)
Perubahan
kehidupan keluarga
Umumnya
ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Lansia sudah tidak memiliki
kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua
dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan
fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan
sosial mereka. Secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan
sehari-hari.[10]
2.
Tugas perkembangan lansia
Havighurst
mengatakan bahwa apabila lansia merasa gagal dalam menyelesaikan tugas
perkembangan maka dapat menyebabkan rasa tidak bahagia, tidak puas, dan putus
asa. Sesuai dengan hal tersebut.
Tugas-tugas perkembangan lansia adalah menyesuaikan diri dengan
masa tua dan berkurangnya penghasilan keluarga, menyesuaikan diri dengan
kematian pasangan hidup, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan,
serta menyesuaikan diri dengan peranan sosial secara fleksibel.
Lansia ditandai oleh adanya integritas ego atau kepuasan, integritas
ego pada Lansia ditunjukkan dengan kebijaksanaan dalam menerima kehidupan yang
dijalaninya tanpa penyesalan dan tanpa mengeluh.[11]
G.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan
hasilnya untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.[12]
Oleh karena itu
suatu penelitian memerlukan sebuah metode untuk memecahkan permasalahan yang
ada dalam penelitian. Penelitian dilakukan untuk mengolah dan menyimpulkan data
dengan menggunakan metode tertentu, untuk mencari jawaban dari permasalahan
yang dihadapi agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan. Pada kesempatan kali
ini peneliti akan menggunakan metode penelitian kulalitatif.
1.
PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Pada kesempatan kali ini peneliti melakukan pendekatan penelitian
dengan jenis penelitian kualitatif. Adapun istilah penelitian kualitatif yang
dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Meleong,
mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Sejalan dengan definisi tersebut di atas, Kirk dan Miller dalam
Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapatlah
disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh sabjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holostik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,pada suatu konteks
khususnya yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[13]
2.
LOKASI PENEITIAN ( ALASAN PEMILIHAN LOKASI )
Pada kesempatan kali ini peneliti akan melakukan penelitian di
Dinas Sosial UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan yang beralamatkan di Jl.
Batoro Katong 14, Telp. (0352) 481940 Ponorogo 63411.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya panti jompo dalam
membantu lansia menemukan kebermakna hidup dan faktor – faktor yang mendorong
lansia dalam memperoleh kebermaknaan
hidup serta mengetahui pentingnya nilai kebermaknaan hidup bagi lansia yang
tinggal di pati jompo, karena menurut peneliti niai – nilai tersebut mempunyai
makna yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup lansia supaya kehidupan
lansia dipenuhi dengan kebahagiaan.
3.
DATA DAN SUMBER DATA
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong “ sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah tambahan
seperti dokumen dan lain – lain.[14]Sumber
data merupakan asal informasi yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Jika
pengumpulan data ini menggunakan metode wawancara maka sumber data yang di
peroleh berasal dari narasuber, dan apabila menggunakan metode observasi atau
pengamatan maka sumber data yang diperoleh berasal dari hasil hasil observasi
atau pengamatan berupa gerak, benda atau proses sesuatu. Apabila menggunakan
metode dokumentasi maka data yang diperoleh berasal dari catatan peristiwa yang
sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang.
Dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh oleh peneliti
berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa kata – kata yang diperoleh
dari wawancara dengan informan atau narasumber yang telah ditentukan yang
berkaitan dengan upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna
hidup. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data jumlah
lansia, foto profil dan kegiata lansia yang ada di panti tresna werdha magetan.
4.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam proses pengumpulan data ini, peneliti menggunakan prosedur
pengumpulan data sebagai berikut :
a)
Metode
observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara
sistematis (Arikunto). Menurut Kartono pengertian observasi ialah studi yang
disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan
jalan pengamatan dan pencatatan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan
memerhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
memepertimbangkan hubungan partisipatif dalam fenomena tersebut.[15]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah sebuah
metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap
obyek penelitian dan merekamnya dalam bentuk catatan-catatan.[16]
b)
Metode
wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.[17]
Menurut Kartono dalam Imam Gunawan wawancara adalah suatu
percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan Tanya
jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.
Dalam metode ini terdapat dua tipe wawancara yaitu: wawancara
terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Pada penelitian kali ini peneliti
menggunakan metode wawancara tidak terstruktur yang mana metode ini bersifat
lebih luwes dan terbuka. Wawancara ini dilakukan secara alamiah untuk menggali
ide dan gagasan informan secara terbuka dan tidak menggunakan pedoman
wawancara.
c)
Metode
dokumentasi
Kata dokumen seringkali digunakan para ahli, dalam dua pengertian,
yaitu: pertama, sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan
daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan tertulis dan
petilasan-petilasan arkeologis. Kedua, diperuntukan bagi surat-surat resmi dan
surat-surat negara. Gottschalk menyatakan bahwa dikumentsi dalam pengertiannya
yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis
sumber apapun, baik tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
Sugiyono menyatakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari
seseorang.
Berdasaekan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dokumentasi
merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa
sumber tulisan, film, gambar (foto) dan karya-karya monumental yang semuanya
itu memberi informasi bagi proses penelitian.[18]
5.
TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Dalam mengelola data ada beberapa prinsip praktis yang harus dilakukan
peneliti kualitatif, yaitu;
a)
Kerahasiaan
dan kenyamanan
Peneliti harus mempertimbangkan kerahasiaan dan kenyamanan
responden yang sedang diwawancarai. Pikirkan tentang stigmatisasi orang lain,
penghinaan, trauma tambahan, serta keamanan peneliti sendiri. Temukanlah
pribadi yang tepat dan dapat bekerjasama dengan baik demi validitas data.
b)
Rekaman
wawancara
Peneliti dapat menggunakan rekaman dalam proses wawancara, jika
keputusan ini diambil, sebaiknya peneliti memperoleh ijin dari responden.
Peneliti perlu menjelaskan alasan merekam mereka adalah untuk membantu peneliti
agar dapat mencatat pendapat responden dengan benar. Jika responden menolak
rekaman maka sebaiknya peneliti menghormati keberatan mereka.[19]
6.
TEKNIK ANALISIS DATA
Menurut (Bogdan & Biklen) analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Menurut (seiddel ) analisis data kualitatif posesnya berjalana
sebagai berikut:
a)
Mencatat
yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber
datanya tetap dapat ditelusuri.
b)
Mengumpulkan,
memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan
membuat indeksnya.
c)
Berpikir,
dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-teman umum.
Selanjutnya menurut
Janice McDrury tahap analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
a)
Membaca/mempelajari
data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
b)
Mempelajari
kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
c)
Menuliskan
‘model’ yang ditemukan
d)
Koding
yang telah dilakukan.[20]
7.
PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN
Dari beberapa cara menentukan keabsahan data dalam upaya
mendapatkan data yang valid peneliti menggunakan salah satu cara yaitu
kredibilitas yang antara lain sebagai berikut :
a)
Perpanjang
pengamatan
Perpanjangan pengamatan disini berarti peneliti kembali ke
lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru. Dalam perpanjangan pengamatan ini untuk menguji
kredibilitas data penelitian, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data
yang telah diperoleh.
b) Ketekunan/keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi
dengan berbagai macam cara dalam kaitan dengan proses analisi yang konstan atau
tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang
dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan. Keajegan
pengamatan ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang
sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c) Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Menurut Denzin membedakan empat
macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, penyidik, metode, dan teori.
1)
Triangulasi
sumber
Triangusasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan arah yang berbeda
dalam penelitian kualitatif.
2)
Triangulasi
metode
Triangulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu: 1)
pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik
pengumpulan data, dan 2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama.
3)
Triangulasi
teori
Menurut Lincoln dan Guba berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak
dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dipihak
lain Patton berpendapat bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
dinamakannya penjelasan banding.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan
perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu setudi
sewaktu mengumpulkan data berbagai kejadian dan hubunga dari berbagai
pandangan.[21]
DAFTAR
PUSTAKA SEMENTARA
Anggrlany
Neneng, Rifk.a Annisa Yogyakarta, Motif Sosial Dan Kebermaknaan Hidup Remaja
Pagar Alam, file:///C:/Users/ex/Downloads/282-16413-1-PB.pdf.
Akbar
Sukma Noor, Hubungan Psychological Well-Being Dengan Kecemasan Dalam
Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Werdha Budi Sejahtera, Program
Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A.
Yani Km 36,00 Banjarbaru Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia Email : snakbar@unlam.ac.id.
Diniari
Sri Ni Ketut, SpKJ, Logoterapi Sebuah Pendekatan Untuk Hidup Bermakna,
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian/Smf Ilmu Kedokteran Jiwa Fk Unud
Rsup SanglahDenpasar2017,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4a7b05ea0424947f333e883c8b093742.pdf.
Ermawati,
Shanty Sudarji, Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia, Vol. 6
No. 1 April 2013 PSIBERNETIKA, file:///C:/Users/ex/Downloads/513-1893-1-PB%20(4).pdf.
Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik,
Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Lubis
Marliana Siska, Sri Maslihah, Analisis Sumber-Sumber Kebermaknaan Hidup
Narapidana Yang Menjalani Hukuman Seumur Hidup, Jurusan Psikologi
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung s_maslihah@yahoo.com, file:///C:/Users/ex/Downloads/5146-11280-1-SM.pdf.
Lexy J. Moeloeng, Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2016.
Lexy
J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya Offset, 2015.
Prabasari
Ninda Ayu; Linda juwita ; Ira Ayu Maryuti,
Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Di Rumah (Studi
Fenomenologi), Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya Jl. Raya Kalisari Selatan no. 1 Pakuwon City Surabaya, Jurnal Ners
LENTERA, Vol. 5, No. 1, Maret 2017, nindaayu@ukwms.ac.id.
Rosyidi
Hamim, Religiusitas dan Kebermaknaan Hidup Menjelang Masa Pensiun, Jurnal
Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 05, No. 01, 2015.
Ramdani,
Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 1-21, Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan
Dukungan Keluarga Terhadap Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasinya Dalam
Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Division of Counseling and Guidance,
University, of Riau Kepulauan, Batam.
Sumanto,
Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup Sumanto Buletin Psikologi, Volume
14 Nomor 2, Desember 2006, file:///C:/Users/ex/Downloads/7490-13237-1-SM%20(1).pdf.
Santoso
Marisa Reni, Stefani Virlia Wijaya, Gambaran Makna Hidup Pada Lansia Yang
Tinggal Di Panti Werdha, Vol. 7 No. 1 April 2014 PSIBERNETIKA
Suhandoyo
Sigit, Metode Penelitian Kualitatif , 15, file:///C:/Users/ACER/Downloads/DOWNLOAD/Metodologi_Penelitian_Kualitatif.pdf,
[1]Neneng
Anggrlany, Rifk.a Annisa Yogyakarta, Motif Sosial Dan Kebermaknaan Hidup
Remaja Pagar Alam, file:///C:/Users/ex/Downloads/282-16413-1-PB.pdf, diakses pada
02 Desember 2019, Pukul 21 : 09 WIB.
[2]Sumanto, Kajian
Psikologis Kebermaknaan Hidup Sumanto Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2,
Desember 2006, file:///C:/Users/ex/Downloads/7490-13237-1-SM%20(1).pdf, diakses pada
02 Desember 2019, Pukul 21 : 01 WIB.
[3]Hamim Rosyidi, Religiusitas
dan Kebermaknaan Hidup Menjelang Masa Pensiun, Jurnal Bimbingan dan Konseling
Islam, Vol. 05, No. 01, 2015, Hlm. 67 – 92, diakses pada 03 Desember 2019,
Pukul 13 : 34 WIB.
[4]Siska
Marliana Lubis, Sri Maslihah, Analisis Sumber-Sumber Kebermaknaan Hidup
Narapidana Yang Menjalani Hukuman Seumur Hidup, Jurusan Psikologi
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung s_maslihah@yahoo.com, file:///C:/Users/ex/Downloads/5146-11280-1-SM.pdf,
diakses pada 02 Desember 2019, Pukul 21 : 46 WIB.
[5]dr.
Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ, Logoterapi Sebuah Pendekatan Untuk Hidup
Bermakna, Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian/Smf Ilmu Kedokteran Jiwa
Fk Unud Rsup Sanglah Denpasar2017,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4a7b05ea0424947f333e883c8b093742.pdf, diakses
pada 02 Desember 2019, Pukul 23 : 36 WIB.
[6]Marisa
Reni Santoso, Stefani Virlia Wijaya, Gambaran Makna Hidup Pada Lansia Yang
Tinggal Di Panti Werdha, Vol. 7 No. 1 April 2014 PSIBERNETIKA, diakses pada
03 Desember 2019, Pukul 14 : 58 WIB.
[7]Ninda Ayu
Prabasari P; Linda juwita ; Ira Ayu Maryuti,
Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Di Rumah (Studi
Fenomenologi), Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya Jl. Raya Kalisari Selatan no. 1 Pakuwon City Surabaya, Jurnal Ners
LENTERA, Vol. 5, No. 1, Maret 2017, nindaayu@ukwms.ac.id,
diakses pada 03
Desember 2019, Pukul 17 : 49 WIB.
[8]Sukma Noor
Akbar, Hubungan Psychological Well-Being Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi
Kematian Pada Lansia Di Panti Werdha Budi Sejahtera, Program Studi
Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km
36,00 Banjarbaru Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia Email : snakbar@unlam.ac.id, diakses pada 04 Desember 2019, Pukul 00 : 59 WIB.
[9]Ermawati,
Shanty Sudarji, Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia, Vol. 6
No. 1 April 2013 PSIBERNETIKA, file:///C:/Users/ex/Downloads/513-1893-1-PB%20(4).pdf,
diakses
pada 04 Desember 2019, Pukul 01 : 13 WIB.
[10]https://www.google.com/search?q=jurnal+teoriteori+lansia+pdf&oq=jurnal+teoriteori+lansia+pdf&aqs=chrome..69i57j0l2.20143j1j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8#, diakses pada
03 Desember 2019, Pukul 23 : 55 WIB.
[11]Ramdani, Jurnal
KOPASTA, 2 (2), (2015) 1-21, Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasinya Dalam Pelayanan
Bimbingan dan Konseling, Division of Counseling and Guidance, University,
of Riau Kepulauan, Batam, diakses pada 04 Desember 2019, Pukul 00 : 36 WIB.
[12] Lexy J.
Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya Offset, 2016), 3.
[13] Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014), 4 – 6.
[15] Imam Gunawan, Metode
Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 143.
[16] http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4041/4/BAB%20III.pdf, dikases pada
16 Desember 2019, pukul 19 : 59 WIB.
[17]
Lexy. J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2016), 186
[18] Imam Gunawan, Metode
Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 175
– 178.
[19]Sigit
Suhandoyo, Metode Penelitian Kualitatif , 15, file:///C:/Users/ACER/Downloads/DOWNLOAD/Metodologi_Penelitian_Kualitatif.pdf,
diakses pada 17 desember 2019, Pukul 21 : 43 WIB.
[20]Lexy J.
Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya Offset, 2016), 248.
[21]
Lexy J.
Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya Offset, 2016), 329 – 332.
