AKSIOLOGI
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah
“Filsafat Umum”
Dosen pengampu :
Drs. Waris
Disusun Oleh :
Kelompok IV
Wahyu Agus Arifin (210514049) sebagai pemateri
Dzikri An-Nahyan (210514067)
sebagai pemateri
Afif al muazzam (210514057) sebagai moderator
Khozainil Fauza (210514062) sebagai notulis
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
(PBA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2014
________________________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________
KATA PENGANTAR
Segala puja dan syukur hanyalah kita panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan kesempatan dan mengilhami pengetahuan kepada kita
semua. Dan segala sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW atas keteladanan dengan
pribadi yang mulia, semangatnya yang menginspirasi untuk menjadi pribadi yang
mulia, semangat dan motifasinya yang bermanfaat dan yang semangatnya yang
menginspirasi untuk menjadi pribadi yang sholih. Kepada keduaa orangtua
dukungan danbimbingan guna menjadi harapan, tidak hanya berharap.
Tiada kata yang pantas kita ucapkan
selain rasa syukur kepada Allah SWT atas selesainya penyusunan makalah ini,
walaupun tentunya masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan didalamnya.
Makalah ini ditulis dengan maksud untuk
dijadikan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu filsafat dan khususnya yang
berkaitan dengan aliran Aksiolisme.
Penulis menyadari bahwa materi-materi yang
diuraikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan tulisan selanjutnya.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Ponorogo
27 Maret 2015
Penulis
Kelompok
4/TA.B
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………..........……………………………………………….…….. 1
DAFTAR
ISI………………………………………………………….………………………………………………………….. 2
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………… 3
- Latar
Belakang…………………………………………………………………………………………………….. 3
- Rumusan
Masalah…………………………………………………………………………………………...…….. 3
- Tujuan
Pembahasan…………………………………………………………………………………..………….. 3
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………….. 3
- Pengertian
Axiologi……………………………………………………………………………………………….. 4
- Teori-teori
tentang nilai………………………………………………………………………………..……….. 7
- Objektivisme
atau realisme aksiologis ……………………………………………………………..…….. 8
- Subjektivisme Aksiologis……………………………………………………………………………………..... 8
- Rasionisme
Aksiologis…………………………………………………………………………………..……….. 9
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………….. 10
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….…… 11
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Nilai dan implikasi aksiologi
didalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan mengintregasikan semua nilai
tersebut di depan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.
Untuk menjelaskan apakah baik, benar
buruk dan jahat bukanlah suatu yang mudah apalagi baik dan benar, indah dan
bernilai, dalam arti mendalam untuk membina kepribadian yang ideal, sungguh
suatu tugas utama pendidikan. [1]
Dalam pemikiran filsafat yunani,
studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran plato menenai idea tentang
kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan (Summum Bonum) kebaikan tertingi.
- Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengetian Aksiologi
2.
Apakah
Teori Aksiologi
- Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Aksiologisme
2.
Untuk
mengetahui teori Aksiologisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Axiologi
Istilah
axiology berasal dari kata axios dan logos, axios artinya
nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya
teori nilai. Penyelidikan mengenai kodrat, criteria, dan status metafisik dari
nilai. Dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan
dalam pemikiran plato menenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal
dengan (Summum Bonum) kebaikan tertingi.
Bidang
filsafat yang ketiga adalah Aksiologi, suatu bidan yang menyelidiki nilai-nilai
(value). Brameld membedakan tiga bagian dalam aksiologi ini:
1.
Moral conduct,
tindak moral, bidang ini melairkan disiplin khusus yakni etika
2.
Esthentic
ekspresstion, ekspresi keindahan, yang melahirkan ethentika.
3.
Socio-politik
cal life, kehidupan sosio-politik. Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
Masalah-masalah
aksiologi diatas menjelaskan dengan kriteria/ prinsip tertentu apakah yang
dianggap baik dalam tingkahlaku manusia. Apakah yang dmaksud indah dalam seni.
Demikian pula apakah yang benar dan diinginkan didalam organisasi sosial
kemasyarakatan kenegaraan.
Nilai
dan implikasi aksiologi didalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan
mengintregasikan semua nilai tersebut di depan manusia dan membinanya di dalam
kepribadian anak.
Untuk
menjelaskan apakah baik, benar buruk dan jahat bukanlah suatu yang mudah
apalagi baik dan benar, indah dan bernilai, dalam arti mendalam untuk membina
kepribadian yang ideal, sungguh suatu tugas utama pendidikan. [2]
Tokoh
zaman pertengahan, Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan
mengidentifikasi filsafat aristoteles tentang nilai tertinggi dengan penyebab
final(Causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan kehidupan, keabadian dan
keabadian tertinggi. Pemikir zaman modern Spinoza, memandang nilai sebagai
didasarkan sebagai metafisik, berbagai nilai diselidiki secara terpisah dari
ilmu pengetahuan. Tokoh Aufklarum, Kant, memperlihatkan hubungan antara
pengetahuan dengan moral, estetik, dan religious. Dalam pandangan hegel,
moralitas, seni, agama, dan filsafat dibentuk atas dasar proses dialestik.
Probem
utama axiology ujar Runes berkaitan tentang empat factor penting sebagai
berikut:
Pertama, Kodrat nilai problem
mengenai apakah nilai itu berasal dari keinginan (Voluntarisme: Spinoza),
Kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham, Meinong), kepentingan (perry),
preferensi(Mertineau), Keingina rasio murni(Kant), Pemahaman mengenai kwalitas
tersier(santayana), pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian (personalisme:
Green), Berbagai pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzsche) Relasi benda-benda sebagai sarana untuk
mecaai tujuan atau konsekwensi yang sungguh-sungguh dapat dijangkau (Fragmatisme:
dewey).
Kedua,
jenis-jenis nilai menyankut peerbedaan pandangan antara nilai
instrinsik, ukura untuk kebjaksaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental
yang menjadi penyebab (baik barang –barang ekonomis atau peristiwa-peristiwa
alamiyah mengenai nilai-nilai intrinsik).
Ketiga,
kriteria nilai artinya ukuran untuk menguju
nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika. Penganut
hedonist menemukan bahwa ukuran nilai terletak pada sejumlah kenikmatan yang
dilakukan oleh seseorang (aristippkus) atau masyarakat (benteham). Penganut
intuisionist menonjolkan sesuatu wawasan yang apaling akhir dalam keutamaan.
Beberapa penganut idealist mengakui system objektif norma-norma rasional atau
norma-norma ideal sebagai kriteria(plato). Seseorang penganut naturalist
menemukan keunggulan biologis sebagai ukuran yang standar.
Empat,
Status
metafisik nilai memersoalkan tentang bagaimana
hubungan antara nilai terhadap fakta’’ yang diselidiki melalui ilmu’’
kealaman (koehler), kenyataan terhadap keharusan(letze), pengalaman manusia
tentang nilai pada realitas kebebasan manusia atau (hegel). Ada tiga jawaban
penting yang diajukan dalam persoalan status metafisika nilai ini yaitu :
1.
Subjektifisme
menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang trikat pada pengalaman manusia
seperti halnya: hedonism, naturalism, positifisme.
2.
Ojektifisme
logis menganggap nilai adalah nilai merupakan hakiakat atau subsistensi logis
yan g bebas dari keberadaaanya yang diketahui tanpa status eksistensial atau
tindakan dalam realita.
3.
Objektifisme
metafisik menganggap bahwa nilai atau norma adalah intergral, objektif da
unsur’’ aktif dalam kenyataan metafisik, seperti yang dianut : Theisme,
aksolutisme, realism.
Salah satu cabang axsiologi yang
banyak membahas masalh nilai baik atau buruk adalah bidang etika. Etika mengandung
tiga pengertian:
1.
Kata
etika bisa di pakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi
pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.
Etika
berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
3.
Etika
berarti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang di anggap,
baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat sering kali
tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penlitian sistematis dan
metodis. Etika dalam hal ini termasuk dalam filsafat moral.
Etika
secara eimologi, etika berasal dari kata yunani ethos=watak. Sedang moral
berasal dari kata latin mos, bentuk tunggal, sdang bentuk jamak mores=kebiasaan.
Istilah etika ata moral dalam bahasa Indonesia dapat di artikan kesusilaan.
Objek material etika adalh tingkah laku atau perbuatan manusia. Perbuatan yang
dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan
atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan demikian
perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak dapat dikenai
penilaian bermoral atau tidak bermoral.
Etika
sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat di hampiri
berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: etika deskripsi, etika
normative, dan meta etika.
Etika
deskristif adal cara menuliskan tingkah laku morak dalam arti luas seperti:
adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang di perbolehkan
atau tidak. Etika deskriftif adalah mempelajari moralitas yang terdapat pada
indifidu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu etika deskristif
ini tidak memberikan penilaian apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptis
lebih bersifat netral. Misalnya: penggambaran tentang adat mengayau kepala pada
suku primitive.
Etika
normative berdasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma
yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan
apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatife berarti system-sistem yang
dimaksudkan memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang meyangkut baik atau buruk. Etika
normatife ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Etika
umum yang menekankan pada tema-tema umum seperti: apa yang dimaksud norma etis?
Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan antara tanggung jawab dan
kebebasan.
2.
Etika
khusus upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum kedalam perilaku
manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.[3]
Dan
dalam ilmu axiology terdapat pengertian
axiology murni yaitu kajian tentang
nilai dan segala bentuknya termasuk dalam etika dan estetika.
Nilai,
inggris: value, dari bahasa latin valere (berguna, mampu aakan, berdaya,
berlaku, kuat) mempunyai beberapa pengertian sebagian berikut:
a)
Harkat.
Kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat di sukai, diinginkan, berguna,
atau dapat menjadi objek kepentinagan.
b)
Keistimewaan:
apa yang dihargai, dinilai tinggi, atau dihargai sebagai suatu kebaikan. Lawan
dari suatu nilai positif adalah “tidak bernilai” atau “nilai negative”. “baik”
akan menjadi suatu “nilai negative” atau “tidak bernilai”.
c)
Ilmu
ekkonomi, yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-benda material,
pertama kali menggunakan kata “nilai”.
B.
Teori-teori
tentang nilai
Konsep
nilai merupakan komplemen dan merupakan sekaligus lawan konsep fakta. Kita
hanya mengetahui fakta, tapi mesti mencari nilai. karena apapun, sikap apapun,
idial mana saja, maksud manapun, atau tujuan mana saja pasti mempunyai nilai,
maka nilai mesti merupakan objek preferensi atau penilaian kepentingan dalam
sejarah filsafat telah muncul klasifikasi nilai.
Teori
umum tentang nilai bermula dari perdebatan antara alexius meinong dengan
kristian Von ehrenfels pada tahun 1890-an berkaita dengan sumber nilai. Meinong
memandang bahwa sumber nilai adalah perasaan atu perkiraan atau kemungkinan adanya
kesenangan terhadap suatu objek. Ehrenfels(juga spinoza) melihat bahwa sumber
nilai adalah hasrat atu keinginan. Suatu objek menyatu dengan nilai melalui
keinginan actual atau yang memungkinkan, artinya suatu objek memiliki nilai
karena menarik. Menurut kedua pendapat tersebut nilai adalah milik objek itu
sendiri (objektivisme aksiologis).
C.
Objektivisme
atau realisme aksiologis
Menurut
pandagan ini, penetapan nilai merupakan sesuatu yang dianggap objektif. Nilai
berada dalam suatu objek seperti halnya warna atau suhu. Nilai terletak dalam
realitas.
Bahwa
nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, keindahan ada pada dunia nyata dan
dapat di temukan sebagai entitas-entitas, kwalitas-kwalitas atau hubungan
nyata, dalam bentuk (rupa) yang sama sebagaimana kita dapat menemukan
objek-objek kwalitas-kwalitas, atau hubungan-hubungan seperti meja, merah.
Juga
pandangan bahwa nilai-nilai adalah objektif, dalam arti bahwa nilai-nilai itu
dapat di dukung oleh argumentasi cermat dan rasional konsisten sebagai yang
terbaik dalam situasi itu.
Pendukung
objektifisme aksiologis mencakup plato, aris toteles, St. Thomas Aquinas,
Maritain, Rotce, Urban, Bosanquet, Whitehead, joad, spauling, Alexander.
D.
Subjektivisme Aksiologis
Teori-teori
berkaitan dengan pandangan ini mereduksi penentuan nilai-nilai seperti
kebaikan, kebenaran, keindahan kedalam statemen yang berkaitan dengan sikap
mental terhadap suatu objek atau situasi. Penentuan nilai sejala dengan
prnyataan setuju atau tidak setuju dan seperti halnya benar atau salah.
Subjektivisme
aksiologis cenderung mengabsahkan teori etika yang disebut hedonism, sebuah
teori yang menyatakan kebahagiaan sebagai criteria nilai. Yang ditekanka dalam
relativisme aksiologis adlah keyakinan bahwa nilai termasuk nilai moral,
terkait dengan budaya, lingkungan, dan factor-faktor lain yang melingkupinya.
Yang termasuk subjektivisme aksiologis adaalah
bumi, perry, prall, parker, Santayana, Sartre.
E.
Rasionisme
Aksiologis
Pandangan
ini berasal dari teori yang menyatakan bahwa nilai adalah hubungan saling
terkait antara variable-variable atau sebuah produk dar variable-variable yang
saling berinteraksi. Nilai tidak bersifat privat(subjektif), tetapi bersifat
publik, meskipun tidak bersifat objektif dalam arti terlepas dari berbaga
kepentingan.
Pendukung
rasionalisme aksiologis diantaranya dewey, pepper, dukasse, ledley.[4]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini maka dapat di tarik kesimpulan sebai
berikut:
1.
Istilah
axiology berasal dari kata axios dan logos, axios artinya nilai
atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya
teori nilai.
2.
Teori
umum tentang nilai bermula dari perdebatan antara alexius meinong dengan
kristian Von ehrenfels pada tahun 1890-an berkaita dengan sumber nilai.
3.
Subjektifisme
menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang trikat pada pengalaman manusia
seperti halnya: hedonism, naturalism, positifisme.
4.
Ojektifisme
logis menganggap nilai adalah nilai merupakan hakiakat atau subsistensi logis
yan g bebas dari keberadaaanya yang diketahui tanpa status eksistensial atau
tindakan dalam realita.
5.
Objektifisme
metafisik menganggap bahwa nilai atau norma adalah intergral, objektif da
unsur’’ aktif dalam kenyataan metafisik, seperti yang dianut : Theisme,
aksolutisme, realism.
DAFTAR
PUSTAKA
Faruk , Ahmad. 2009. Filsafat Umum, (Ponorogo:
STAIN Po PRESS).
Mohammad Noor Syam. 1983. Filsafat Kependidikan
dan Dasar Filsafat, (Surabaya: Usaha Nasional).
Mustansyir
, Rizal (ed).2001. Filsafat Umum, (Yogyakarta: Pustaka pelajar offset).
[1] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat,
(Surabaya, Usaha Nasional: 1983), 34-35
[2] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat,
(Surabaya, Usaha Nasional: 1983), 34-35
[3] Rizal Mustansyir (ed), Filsafat
Umum, (Yogyakarta, Pustaka pelajar offset: 2001), 26-31
[4] Ahmad Faruk, Filsafat Umum,
(ponorogo, STAIN Po PRESS: 2009), 103-104

No comments:
Post a Comment