Wednesday, 28 November 2018

AKSIOLOGI

AKSIOLOGI
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“Filsafat Umum”


Dosen pengampu :
Drs. Waris

Disusun Oleh :
Kelompok IV
Wahyu Agus Arifin  (210514049) sebagai pemateri
Dzikri An-Nahyan    (210514067) sebagai pemateri
Afif al muazzam        (210514057) sebagai moderator
Khozainil Fauza        (210514062) sebagai notulis



JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2014
________________________________________________________________________________________________________
__________________________________________________________________________________________



 KATA PENGANTAR

Segala puja dan syukur hanyalah kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan mengilhami pengetahuan kepada kita semua. Dan segala sanjungan kepada Nabi Muhammad SAW atas keteladanan dengan pribadi yang mulia, semangatnya yang menginspirasi untuk menjadi pribadi yang mulia, semangat dan motifasinya yang bermanfaat dan yang semangatnya yang menginspirasi untuk menjadi pribadi yang sholih. Kepada keduaa orangtua dukungan danbimbingan guna menjadi harapan, tidak hanya berharap.
            Tiada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT atas selesainya penyusunan makalah ini, walaupun tentunya masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan didalamnya.
             Makalah ini ditulis dengan maksud untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu filsafat dan khususnya yang berkaitan dengan aliran Aksiolisme.
Penulis menyadari bahwa materi-materi yang diuraikan dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan tulisan selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
                                                                                                


                                                                                                             Ponorogo 27 Maret 2015
                                                                                                                            Penulis

                                                                                                                   Kelompok 4/TA.B





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………..........……………………………………………….……..            1
DAFTAR ISI………………………………………………………….………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………    3
  1. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………..     3
  2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………...……..   3
  3. Tujuan Pembahasan…………………………………………………………………………………..…………..    3
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………….. 3
  1. Pengertian Axiologi………………………………………………………………………………………………..    4
  2. Teori-teori tentang nilai………………………………………………………………………………..………..     7
  3. Objektivisme atau realisme aksiologis ……………………………………………………………..……..    8
  4.  Subjektivisme Aksiologis…………………………………………………………………………………….....    8
  5. Rasionisme Aksiologis…………………………………………………………………………………..………..    9
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………..  10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….……            11






BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
            Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan mengintregasikan semua nilai tersebut di depan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.
            Untuk menjelaskan apakah baik, benar buruk dan jahat bukanlah suatu yang mudah apalagi baik dan benar, indah dan bernilai, dalam arti mendalam untuk membina kepribadian yang ideal, sungguh suatu tugas utama pendidikan. [1]
            Dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran plato menenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan (Summum Bonum) kebaikan tertingi.
  1. Rumusan Masalah
1.       Apakah pengetian Aksiologi
2.       Apakah Teori Aksiologi
  1. Tujuan Pembahasan
1.       Untuk mengetahui pengertian Aksiologisme
2.       Untuk mengetahui teori Aksiologisme



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Axiologi
           Istilah axiology berasal dari kata axios dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai. Penyelidikan mengenai kodrat, criteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran plato menenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan (Summum Bonum) kebaikan tertingi.
           Bidang filsafat yang ketiga adalah Aksiologi, suatu bidan yang menyelidiki nilai-nilai (value). Brameld membedakan tiga bagian dalam aksiologi ini:
1.      Moral conduct, tindak moral, bidang ini melairkan disiplin khusus yakni etika
2.     Esthentic ekspresstion, ekspresi keindahan, yang melahirkan ethentika.
3.     Socio-politik cal life, kehidupan sosio-politik. Bidang ini melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
           Masalah-masalah aksiologi diatas menjelaskan dengan kriteria/ prinsip tertentu apakah yang dianggap baik dalam tingkahlaku manusia. Apakah yang dmaksud indah dalam seni. Demikian pula apakah yang benar dan diinginkan didalam organisasi sosial kemasyarakatan kenegaraan.
           Nilai dan implikasi aksiologi didalam pendidikan ialah pendidikan menguji dan mengintregasikan semua nilai tersebut di depan manusia dan membinanya di dalam kepribadian anak.
           Untuk menjelaskan apakah baik, benar buruk dan jahat bukanlah suatu yang mudah apalagi baik dan benar, indah dan bernilai, dalam arti mendalam untuk membina kepribadian yang ideal, sungguh suatu tugas utama pendidikan. [2]
           Tokoh zaman pertengahan, Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan mengidentifikasi filsafat aristoteles tentang nilai tertinggi dengan penyebab final(Causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan kehidupan, keabadian dan keabadian tertinggi. Pemikir zaman modern Spinoza, memandang nilai sebagai didasarkan sebagai metafisik, berbagai nilai diselidiki secara terpisah dari ilmu pengetahuan. Tokoh Aufklarum, Kant, memperlihatkan hubungan antara pengetahuan dengan moral, estetik, dan religious. Dalam pandangan hegel, moralitas, seni, agama, dan filsafat dibentuk atas dasar proses dialestik.
           Probem utama axiology ujar Runes berkaitan tentang empat factor penting sebagai berikut:
           Pertama,  Kodrat nilai problem mengenai apakah nilai itu berasal dari keinginan (Voluntarisme: Spinoza), Kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham, Meinong), kepentingan (perry), preferensi(Mertineau), Keingina rasio murni(Kant), Pemahaman mengenai kwalitas tersier(santayana), pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian (personalisme: Green), Berbagai pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzsche)  Relasi benda-benda sebagai sarana untuk mecaai tujuan atau konsekwensi yang sungguh-sungguh dapat dijangkau (Fragmatisme: dewey).
           Kedua, jenis-jenis nilai  menyankut peerbedaan pandangan antara nilai instrinsik, ukura untuk kebjaksaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental yang menjadi penyebab (baik barang –barang ekonomis atau peristiwa-peristiwa alamiyah mengenai nilai-nilai intrinsik).
           Ketiga, kriteria nilai artinya ukuran untuk menguju nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika. Penganut hedonist menemukan bahwa ukuran nilai terletak pada sejumlah kenikmatan yang dilakukan oleh seseorang (aristippkus) atau masyarakat (benteham). Penganut intuisionist menonjolkan sesuatu wawasan yang apaling akhir dalam keutamaan. Beberapa penganut idealist mengakui system objektif norma-norma rasional atau norma-norma ideal sebagai kriteria(plato). Seseorang penganut naturalist menemukan keunggulan biologis sebagai ukuran yang standar.
           Empat,  Status metafisik nilai memersoalkan tentang bagaimana  hubungan antara nilai terhadap fakta’’ yang diselidiki melalui ilmu’’ kealaman (koehler), kenyataan terhadap keharusan(letze), pengalaman manusia tentang nilai pada realitas kebebasan manusia atau (hegel). Ada tiga jawaban penting yang diajukan dalam persoalan status metafisika nilai ini yaitu :
1.       Subjektifisme menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang trikat pada pengalaman manusia seperti halnya: hedonism, naturalism, positifisme.
2.       Ojektifisme logis menganggap nilai adalah nilai merupakan hakiakat atau subsistensi logis yan g bebas dari keberadaaanya yang diketahui tanpa status eksistensial atau tindakan dalam realita.
3.       Objektifisme metafisik menganggap bahwa nilai atau norma adalah intergral, objektif da unsur’’ aktif dalam kenyataan metafisik, seperti yang dianut : Theisme, aksolutisme, realism.
           Salah satu cabang axsiologi yang banyak membahas masalh nilai baik atau buruk adalah bidang etika. Etika mengandung tiga pengertian:
1.       Kata etika bisa di pakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.       Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
3.       Etika berarti ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang di anggap, baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penlitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini termasuk dalam filsafat moral.
           Etika secara eimologi, etika berasal dari kata yunani ethos=watak. Sedang moral berasal dari kata latin mos, bentuk tunggal, sdang bentuk jamak mores=kebiasaan. Istilah etika ata moral dalam bahasa Indonesia dapat di artikan kesusilaan. Objek material etika adalh tingkah laku atau perbuatan manusia. Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral.
           Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat di hampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: etika deskripsi, etika normative, dan meta etika.
           Etika deskristif adal cara menuliskan tingkah laku morak dalam arti luas seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang di perbolehkan atau tidak. Etika deskriftif adalah mempelajari moralitas yang terdapat pada indifidu, kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu etika deskristif ini tidak memberikan penilaian apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptis lebih bersifat netral. Misalnya: penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitive.
           Etika normative berdasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatife berarti system-sistem yang dimaksudkan memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan  yang meyangkut baik atau buruk. Etika normatife ini dibagi menjadi 2, yaitu:
1.       Etika umum yang menekankan pada tema-tema umum seperti: apa yang dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan antara tanggung jawab dan kebebasan.
2.       Etika khusus upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum kedalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.[3]
           Dan dalam ilmu axiology terdapat  pengertian axiology murni yaitu kajian tentang  nilai dan segala bentuknya termasuk dalam etika dan estetika.
           Nilai, inggris: value, dari bahasa latin valere (berguna, mampu aakan, berdaya, berlaku, kuat) mempunyai beberapa pengertian sebagian berikut:
a)     Harkat. Kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat di sukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentinagan.
b)     Keistimewaan: apa yang dihargai, dinilai tinggi, atau dihargai sebagai suatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah “tidak bernilai” atau “nilai negative”. “baik” akan menjadi suatu “nilai negative” atau “tidak bernilai”.
c)      Ilmu ekkonomi, yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-benda material, pertama kali menggunakan kata “nilai”.
B.      Teori-teori tentang nilai
           Konsep nilai merupakan komplemen dan merupakan sekaligus lawan konsep fakta. Kita hanya mengetahui fakta, tapi mesti mencari nilai. karena apapun, sikap apapun, idial mana saja, maksud manapun, atau tujuan mana saja pasti mempunyai nilai, maka nilai mesti merupakan objek preferensi atau penilaian kepentingan dalam sejarah filsafat telah muncul klasifikasi nilai.
           Teori umum tentang nilai bermula dari perdebatan antara alexius meinong dengan kristian Von ehrenfels pada tahun 1890-an berkaita dengan sumber nilai. Meinong memandang bahwa sumber nilai adalah perasaan atu perkiraan atau kemungkinan adanya kesenangan terhadap suatu objek. Ehrenfels(juga spinoza) melihat bahwa sumber nilai adalah hasrat atu keinginan. Suatu objek menyatu dengan nilai melalui keinginan actual atau yang memungkinkan, artinya suatu objek memiliki nilai karena menarik. Menurut kedua pendapat tersebut nilai adalah milik objek itu sendiri (objektivisme aksiologis).
C.      Objektivisme atau realisme aksiologis
           Menurut pandagan ini, penetapan nilai merupakan sesuatu yang dianggap objektif. Nilai berada dalam suatu objek seperti halnya warna atau suhu. Nilai terletak dalam realitas.
           Bahwa nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, keindahan ada pada dunia nyata dan dapat di temukan sebagai entitas-entitas, kwalitas-kwalitas atau hubungan nyata, dalam bentuk (rupa) yang sama sebagaimana kita dapat menemukan objek-objek kwalitas-kwalitas, atau hubungan-hubungan seperti meja, merah.
           Juga pandangan bahwa nilai-nilai adalah objektif, dalam arti bahwa nilai-nilai itu dapat di dukung oleh argumentasi cermat dan rasional konsisten sebagai yang terbaik dalam situasi itu.
           Pendukung objektifisme aksiologis mencakup plato, aris toteles, St. Thomas Aquinas, Maritain, Rotce, Urban, Bosanquet, Whitehead, joad, spauling, Alexander.
D.      Subjektivisme Aksiologis
           Teori-teori berkaitan dengan pandangan ini mereduksi penentuan nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, keindahan kedalam statemen yang berkaitan dengan sikap mental terhadap suatu objek atau situasi. Penentuan nilai sejala dengan prnyataan setuju atau tidak setuju dan seperti halnya benar atau salah.
           Subjektivisme aksiologis cenderung mengabsahkan teori etika yang disebut hedonism, sebuah teori yang menyatakan kebahagiaan sebagai criteria nilai. Yang ditekanka dalam relativisme aksiologis adlah keyakinan bahwa nilai termasuk nilai moral, terkait dengan budaya, lingkungan, dan factor-faktor lain yang melingkupinya.
Yang termasuk subjektivisme aksiologis adaalah bumi, perry, prall, parker, Santayana, Sartre.
E.      Rasionisme Aksiologis
           Pandangan ini berasal dari teori yang menyatakan bahwa nilai adalah hubungan saling terkait antara variable-variable atau sebuah produk dar variable-variable yang saling berinteraksi. Nilai tidak bersifat privat(subjektif), tetapi bersifat publik, meskipun tidak bersifat objektif dalam arti terlepas dari berbaga kepentingan.
           Pendukung rasionalisme aksiologis diantaranya dewey, pepper, dukasse, ledley.[4]




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
          Dari makalah ini maka dapat di tarik kesimpulan sebai berikut:
1.      Istilah axiology berasal dari kata axios dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori nilai.
2.      Teori umum tentang nilai bermula dari perdebatan antara alexius meinong dengan kristian Von ehrenfels pada tahun 1890-an berkaita dengan sumber nilai.
3.     Subjektifisme menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang trikat pada pengalaman manusia seperti halnya: hedonism, naturalism, positifisme.
4.     Ojektifisme logis menganggap nilai adalah nilai merupakan hakiakat atau subsistensi logis yan g bebas dari keberadaaanya yang diketahui tanpa status eksistensial atau tindakan dalam realita.
5.     Objektifisme metafisik menganggap bahwa nilai atau norma adalah intergral, objektif da unsur’’ aktif dalam kenyataan metafisik, seperti yang dianut : Theisme, aksolutisme, realism.




DAFTAR PUSTAKA

Faruk , Ahmad. 2009. Filsafat Umum, (Ponorogo: STAIN Po PRESS).
Mohammad Noor Syam. 1983. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat, (Surabaya: Usaha Nasional).
Mustansyir , Rizal (ed).2001. Filsafat Umum, (Yogyakarta: Pustaka pelajar offset).




[1] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat, (Surabaya, Usaha Nasional: 1983), 34-35
[2] Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat, (Surabaya, Usaha Nasional: 1983), 34-35
[3] Rizal Mustansyir (ed), Filsafat Umum, (Yogyakarta, Pustaka pelajar offset: 2001), 26-31
[4] Ahmad Faruk, Filsafat Umum, (ponorogo, STAIN Po PRESS: 2009), 103-104

No comments:

Post a Comment

Pengertian Memori atau Ingatan - Psikologi Pendidikan