BAIK DAN BURUK MENURUT KAJIAN
TASAWUF
Makalah ini Ditujukan untuk
Memenuhi Tugas Dalam
Mata Kuliah Tasawuf
Disusun oleh:
Wahyu Agus Arifin
NIM: 210514049
Dzikri An-nahyan
NIM: 210514067
Dosen Pengampu:
Sunartip, M.SY
A.
LATAR
BELAKANG
Hati
manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau buruk dan
benar atau salah. Penilaian terhadap suatu perbuatan itu relative, hal ini
disebabkan adanya perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut.
Perbuatan tolak ukur tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama,
kepercayaan, cara berfikir, lingkungan hidup dan sebagainya. Manusia itu mempunyai
insting, hal ini berfungsi bagi manusia
untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
B.
TUJUAN
PEMBAHASAN
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah: pendalaman materi tentang pembahasan masalah baik dan buruk
C.
RUMUSAN
MASALAH
a.
Apakah
hakikat atau pengertian baik dan buruk?
b.
Apakah
hakikat atau pengertian benar dan salah?
c.
Bagaimana
ukuran baik dan buruk itu?
d.
Apa
saja aliran aliran-aliran baik dan burut?
D.
KAJIAN
UMUM
1)
Pengertian
Benar Salah
Menurut ilmu akhlaq benar adalah hal-hal yang
sesuai/cocok dengan peraturan-peraturan. Sedangkan
pengertian salah menurut ilmu akhlaq adalah hal-hal yang tidak sesuai denga
peraturan-peraturan yang berlaku.
Benar secara subyektif
ada bermacam-macam. Seperti halnya Benar menurut ilmu politik belum tentu benar
menurut ilmu logika.
Sedangkan benar menurut obyektif
adalah satu tak ada dua benar yang bertentangan. Apabila ada dua hal yang
bertentangan, mungkin salah satunya saja yang benar atau kedua-duanya salah yang benar belum disebut.
Peraturan itu dibuat untuk
mencapai sesuatu yang dinamakan benar. Kalau kita perhatikan tentang peraturan
didunia ini terdapat peraturan yang bermacam-macam dan berlain-lain. Bahkan ada
yang bertentangan, hal ini bergantung kepada siapa yang membuat peraturan dan
untuk maksud menuruti kehendak yang membuatnya. Dan karena peraturan didunia
ini dibuat oleh manusia menurut jangkauan akal pikiran, sedangkan pikiran manusia
berlain-lain. Oleh karena itu kebenaran di
dunia ini apabila hanya didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh
manusia adalah relative.
Sedangkan obyekif, bahwa
itu hanya satu dan tak mungkin mengandung perlawanan di dalamnya, maka hakikatnya yang benar itu adalah pasti dan hanya satu kebenaran yang obyektif
merupakan kebenaran yang pasti didasarkan
kepada peraturan yang di buat oleh yang maha Esa dan peraturan yang bersifat relative itu benar apabila tidak bertentangan dengan
peraturan obyektif yang dibuat oleh yang maha esa.
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ
مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Artinya: kebenaran adalah
dari tuhanmu dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. (QS. Al-Baqarah:147).[1]
Oleh karena itu, benar yang obyektif adalah
benar yang didasarkan atas peraturan yang dibuat oleh tuhan.
Peraturan-peraturan yang dibuat oleh manusia
akan dijamin kebenaranya apabila peraturan itu tidak bertentangan dengan
peraturan yang dibuat oleh tuhan.
2)
Pengertian
baik dan buruk
Pengertian
“baik” menurut ethic adalah suatu yang
berharga untuk sesuatu tujuan. Sebaiknya yang tidak berharga, tidak berguna
untuk tujuan, apabila yang merugikan, atau menyebabkan tidak tercapainya tujuan
adalah ”buruk”.
Seperti
halnya pengertian benar dan salah maka pengertian baik dan buruk juga ada yang
subyektif dan relative, baik bagi
seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik bagi
seseorang apabila hal ini sesuai dan
berguna untuk tujuannya. Hal yang sama
adalah mungkin buruk bagi orang lain,
karena hal tersebut tidak akan berguna bagi tujuannya. Masing-masing orang mempunyai tujuannya yang
berbeda-beda bahkan ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk
seseorang atau untuk suatu golongan berbeda dengan yang berharga untuk orang
atau golongan lainnya.
Akan
tetapi secara obyekif, walaupun tujuan orang atau golongan di dunia ini
berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya mempunyai tujuan yang sama,
sebagai tujuan akhir setiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan binatang pun mempunyai
tujuan. Dan tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu bahwa semuanya ingin
baik dengan kata lain semuanya ingin bahagia. Tak seorang pun dan sesuatu pun
yang tidak ingin bahagia.
Tujuan
dari masing-masing sesuatu walaupun berbeda-beda semuanya akn bermuara kepada
satu tujuan yang dinamakan baik, semuanya mengharapkan agar mendapatkan yang
baik dan bahagia, tujuan akhirnya sama.
Allah
berfirman:
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَمَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا
إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: dan bagi tiap-tiap umat ada
kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(QS. AL-Baqoroh: 148)[2]
Kebaikan yang
berhubungan dengan tujuan ini dapat dibedakan dengan kebaikan sebagai
tujuan akhir dan kebaikan sebagai cara/ jalan/ sasaran/alat untuk sampai kepada
tujuan akhir tersebut. Kebaikan sebagai
alat ini dapat berupa tujuan sementara untuk mencapai tujuan akhir. Tujuan
sementara ini mungkin hanya sekali bagi seseorang atau suatu golongan. Tujuan
sementara sebagai alat atau jalan untuk mencapai tujuan akhir ini terdapat
bermacam-macam dan beraneka ragam.
Di dalam akhlak islamiyah, antara baik
sebagai alat/ cara/ tujuan sementara harus segaris/ sejalan dengan baik sebagai
tujuan akhir. Artinya cara untuk mencapai tujuan baik sebagai tujuan semntara dan tjan akhir berada dalam satu garis lurus
yaitu berdasarkan satu norma. Di samping ”baik” juga harus “benar”. Sebab tidak
semua cara yang berharga untuk mencapai tujuan itu disebut baik. Apabila tidak
segaris dengan baik sebagai tujuan akhir.
E.
PEMBAHASAN
1)
Ukuran
tentang baik dan buruk
Dalam
sesuatu benda ada ukurannnya, berapa besarnya? Berapa beratnya? Berapa
tingginya? Berapa luasnya? Berapa dalamnya? dan lain sebagainya sebagai salah
satu pertanyaan yang mengandung hakikat, bahwa benda sesuatu yang ada
ukurannya.
Mempersoalkan
baik dan buruk pada perbuatan manusia maka ukuran dan karakternya selalu
dinamis, sulit dipecahkan. Namun demikian karakter baik dan buruk perbuatan
manusia dapat diukur menurut fitrah manusia.
Kenyataan
yang ada didalam kehidupan, bahwa ada
beda pendapat seseorang (berselisih) dalam melihat baik dan buruk. Sekarang
seseorang melihat hal itu buruk, tapi pada suatu saat dia melihat itu baik dan
sebaliknya.
-
Pengaruh
adat kebiasaan
Manusia
dapat terpengaruh oleh adat istiadat golongan dan bangsanya. Karena itu hidup
didalam lingkungan dengan meilhat dan mengetahui mereka melakukan sesuatu
perbuatan dan menjauhi perbuatan lainnya. Sedang kekuatan member hukum kepada
sesuatu belum tumbuh begitu rupa, sehingga ia mengikuti banyaknya kegiatan yang
mereka lakukan atau yang mereka singkiri.
Setiap
bangsa memiliki adat istiadat tertentu. Mereka menganggap baik bila
mengikutinya, mendidik anak-anak kejurusan adat istiadat itu dan menanam
perasaan kepada mereka bahwa adat istiadat itu agak membawa kesucian. Sehingga
apabila seorang dari mereka menyalahi adat istiadat itu, sangat dicela dan
dianggap keluar dari golongan bangsanya.
Ada
beberapa alasan mengapa adat istiadat dilakukan dan larangan-larangan
disingkirkan karena:
§ Pendapat Umum. Karena memuji pengikut-pengikut
adat istiadat dan mengejek orang-orang yang menyalahinya. Maka adat istiadat
bangsa dalam berpakaian, makan bercakap-cakap, bertandang dan sebagainya
amatlah kuat dan kokoh. Karena orang-orang menganggap baik bagi pengikutnya,
dan menganggap buruk bagi orang yang menyalahinya. Demikian sebab-sebabnya
segolongan bangsa menertawakan adat-istiadat bangsa lain yang menyalahi
adat-istiadat mereka.
§ Apa yang diriwayatkan secara turun menurun dari
hikayat-hikayat dan khurafat-khurafat yang menganggap setan dan jin akan
membalas dendam kepada orang-orang yang menyalahi perintah-perintah adat
itiadat dan malaikat akan member pahala bagi orang yang mengikutinya.
§ Beberapa upacara, keramaian, pertemuan dan
sebagainya yang menggerakkan perasaan dan yang mendorong bagi para hadirin
untuk mengikuti maksud dan tujuan upacara itu, seperti mengikuti adat-istiadat
kematian pengantin, ziarah kubur dan upacara lain-lainya.
Pada
suatu waktu orang-orang berpendapat bahwa baik itu apa yang sesuai dengan
adat-istiadat dan buruk itu apa yang menyalahinya.
Yang
terjadi diluar adat-istiadat, orang-orang merdeka melakukan apa yang mereka
kehendaki. Bahkan pada masa inipun banyak orang-orang umum yang berpendapat
serupa itu. Mereka berbuat apa yang mereka perbuat, karena sesuai dengan adat
istiadat golongan mereka dan mereka menjauhi apa yang mereka jauhi karena
golongan mereka tidak melakukannya. Maka ukuran baik dan buruk menurut
pandangan mereka adalah adat-istiadat golongannya. Kita melihat orang umum bila
seorang dari keluarganya sakit, tidak mengundang dokter untuk mengobatinya.
Akan tetapi bila seorang mereka meninggal dunia terpaksa mengeluarkan uang yang
tidak sedikit untuk melakukan hari peringatan, karena bila ia tidak melakukan
demikian itu akan dicela oleh lingkangannya, sebab menyalahi adat-istiadat
mereka.
2)
Berbagai
aliran tentang baik dan buruk
a.
Aliran
hedonism
Aliran hedonism
berpendapat bahwa norma baik dan buruk adalah “kebahagian” karenanya sesuatu
perbuatan apabila dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik, dan
sebaliknya perbuatan itu buruk apabila mendatangkan penderitaan.
Menurut aliran ini,
setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan, yang merupakan dorongan
daripada tabi’atnya dan ternyata kebahagiaan adalah merupakan tujuan akhir dari
hidup manusia, oleh kerenanya jalan yang mengantarkan kearahnya dipandang
ebagai keutamaan (perbuatan mulia/baik).
Maksud dari
“kebahagiaan” menurut aliran ini aalah hedone, yakni kelezatan. Karenanya
kelezatan bagi aliran itu adalah merupakan ukuran dari perbuatan, jadi
perbuatan dipandang baik menurut kadar kelezatan yang terdpat padanya dan
sebaliknya perbuatan itu buruk menurut kadar penderitaan yang ada padanya.
Aliran hedonism, bahkan
tidak saja mengajarkan agar manusia mencari
kelezatan, kaena pda dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari
kelezatan tetapi aliran ini justru menyatakan: hendaklah manusia itu mencari
sebesar-besar kelezatan, dan apabila ia disuruh memilih di antara berapa perbuatan
wajib ia memilih yang paling besar kelezatanya.
Maksud paham ini adalah
bahwa manusia hendaknya mencari
kelezatan yang sebesar-besarnya bagi dirinya.
Aliran hidonisme ini
dibagi menjadi dua:
1)
Egoistic
Hedonisme
Dalam aliran ini
dinyatakan bahwa ukuran kebaikan adalah kelezatan diri pribadi orang yang
berbuat. Karenanya dalam aliran ini mengharuskan kepada pengikutnya agar
mengerahkan segala perbuatanya untuk menghasilkan kelezatan tersebut yang
sebesar-besarnya.
2)
Universalistic
Hedonisme
Aliran ini mendasarkan
ukuran baik dan buruk pada “kebahagiaan umum”. Tiap-tiap orang, bahkan binatang
dalm mengejar kebahagiaan itu tidak sama. Perbedaan terletak pada luas dan
sempitnya pikiran seseorang.
b.
Aliran
utilitarianisme
Maksud dan paham ini
adalah agr manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sesama
manusia atau semua makhluk yang memiliki perasaan.
c.
Aliran
intuitionisme
Aliran intuitionisme
berpendirian bahwa setiap manusia mempunyai naluri kekuatan batiniayah yang
dapat membadakan sesuatu itu baik atau buruk dengan hanya selintas pandang.
d.
Aliran
evolutionisme
Pengikut paham ini
berpendapat bahwa segala perbuatan akhlak itu
tumbuh dengan sederhana, dan mulai naik dan meningkat sedikit demi
sedikit, lalu berjalan menuju cita-cita, dimana cita-cita ini ialah yang
menjadi tujuan. Maka perbuatan itu baik
bila dekat dengan cita-cita itu, dan buruk bila jauh darinya.
e.
Aliran
idealism
Aliran idealisme
dipelopori oleh Immanuel Kant seorang yang berkebangsaan jerman. Pokok-pokok
pandangan etika idealisme dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1)
Wujud
yang paling dalam dari kenyataan ialah kerohaniaan. Seseorang berbuat baik pada
prinsipnya bukan karena dianjurkan orang lain melainkan atas dasar
“kemauan sendiri” atau “rasa kewajiban”.
Sekalipun diancam dan dicaela orang lain, perbuatan baik itu dilakukan juga,
karena adanya rasa kewajiban yang bersemi dalam rohani manusia.
2)
Factor
yang pali pendting mempengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan
tindakan yang konkrit. Dan yang menjadi pokok disini adalah “ kemauan yang baik”.
3)
Dari
kemauan yang baik itu lah dihubungkan dengan suatu hal yang menyempurnakannya
yaitu”rasa kewajiban”.
f.
Aliran Tradisionalisme
Tiap umat manusia
mempunyai adat/tradisi dan peraturan tertentu, yang dianggap baik untuk
dilaksanakan. Karena manusia itu, kapan dan dimanapun juga, dipengaruhi oeh
adat kebiasaan atau tradisi bangsanya, karena lahir dalam lingkkungan bangsanya
itu. Jadi seandainya ,manusia itu
menyalahi adat istiadat bangsanya, maka hal itu
sangat dicela dan di anggap keluar dari golonganya.
Adapun sumber dari pada adat kebiasan
antara lain:
1)
Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh nenek moyangnya.
2)
Perbuatan
atau peristiwa secara kebetulan, mekipun tidak berdasarkan kepad akal.
3)
Anggapan
baik dari nenek moyangnya terhadap suatu perbuatan yang akhirnya diwariskan
secara turun menurun.
4)
Perbuatan
orang-orang terdahulu, mencoba melakukan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mengetahui yang berguna dan bermanfaat.
g.
Aliran
naturalism
yang menjadi ukura baik
dan buruknya perbutan manusia menurut aliran naturalism ialah perbuatan yang
sesuai dengan fitrah atau neluri manusia
itu sendiri, baik mengenai fitrah batin maupun lahir.
h.
Aliran
theologies
Aliran ini berpendapat
bahwa yang menjai ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan
atas ajaran tuhan apakah perbuatan itu diperintahkan atau dilarang oleh-Nya.
F.
KESIMPULAN
Dari
sini kami dapat mengambil kesimpulan tentang isi makalah kami, Bahwa Sesuatu yang disebut baik atau
buruk itu relative sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian
masing-masing yang merumuskannya
dan pengertian ini bersifat subjektif, karena bergantung pada individu yang
menilainya.
Mustofa, A. Akhlaq Tasawuf ()
[1] Syamil Al-qur’an Terjemah Surat Al-Baqarah : 147, hal. 23
[2] Syamil Al-qur’an Terjemah Surat Al-Baqarah : 147, hal. 23
No comments:
Post a Comment