Sunday, 29 September 2019

KONTEKS SINTAKSIS (SIYAQ NAHWI) DALAM AL-QURAN


KONTEKS SINTAKSIS (SIYAQ NAHWI) DALAM AL-QURAN
_______________________________________________________________________________


      A.    Latar Belakang

Pada hakikatnya Al-Quran mengandung sesuatu yang dapat mengikat pembaca atau pendengarnya. Al-Quran merupakan teks bahasa yang penuh dengan ciri khas. Al-Quran memiliki gaya yang khas yang membedakan dengan sastra Arab lainnya.
Menurut Ibn Qutaibah sebagaimana dikutip oleh Syihabuddin Qalyubi, mengatakan bahwa gaya ditentukan oleh tuntutan konteks, tema, dan penutur.[1]
Jadi konteks merupakan salah satu yang menentukan gaya. Konteks dalam Al-Quran meliputi koteks kebahasaan (linguistic) dan konteks situasi.
Banyak orang yang belum mengetahui bahwa konteks sintaksis termasuk dalam konteks kebahasaan (linguistik). Untuk itu penulis berusaha memaparkan makalah yang berjudul “KONTEKS SINTAKSIS (SIYAQ NAHWI) DALAM AL-QURAN

      B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari konteks sintaksis?
2.      Bagaimana konteks sintaksis dalam Al-Quran?

      C.     Tujuan Pembahasan
1.      Mengetahui pengertian dari konteks sintaksis.
2.      Mengetahui konteks sintaksis dalam Al-Quran.




BAB II
PEMBAHASAN

        A.    Pengertian Konteks Sintaksis
Konteks dalam KBBI mempunyai arti bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna.[2] Konteks atau siyaq menurut Ibnu Burdah berarti sesuatu yang menyertai sebuah teks, sesuai pemaknaan literer kata-kata yang merajut kata tersebut.[3]
Para ahli balaghah sejak awal menaruh perhatian besar terhadap pembahasan siyaq (konteks),   
karena konteks memberikan makna yang paling cocok pada kata, kelompok kata, atau pada  
makna kalam (nash, teks) secara keseluruhan.[4]
Sintaksis (nahwu) adalah ilmu yang membahas seputar hukum dan kedudukan kata yang terdapat di dalam kalimat atau teks, pembagian kalimat dan sebagainya. Sintaksis lebih dikenal dengan istilah Grammar atau ilmu tata bahasa.[5] Sintaksis (nahwu) pada dasarnya merupakan cabang linguistik yang mengkaji konstruksi –konstruksi yang bermodalkan kata.[6]
Menurut Abdullah al-Gali sintaksis (nahwu) didefinisikan:
النحو هو العلم الذي يهتم بدوسة القواعد والأنظمة التي تتحكم في وضع الكلمات وترتيبها وصورة النطق بها هن طريق ما يطرأ على أو اخرها من أشكال إعرا بية مختلفة
“Ilmu yang mempelajari kaidah dan aturan yang mengatur dan menentukan kata dan susunannya, cara melafalkannya sesuai baris i’rab di akhir yang berbeda-beda”.[7]

Konteks Sintaksis merupakan lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan kelas dan fungsi unsur tersebut.[8]

  
             B.     Konteks Sintaksis dalam al-Quran
 Penelitian Al-Quran telah membawa dampak positif dalam perkembangan penelitian bahasa dan sastra Arab. Misalnya Sibawaihi yang menulis buku nahwu dengan nama Al-kitab sebagai ilmu tata bahasa Arab pertama. Abu Hilal al-Askari, Abdulqahir al-Jurjani dan para tokoh lain membukukan kitab balaghah.[9]
Pada dasarnya kajian sintaksis tidak hanya terbatas pada aspek hubngan gramatikal antar kata di dalam suatu kalimat, tetapi juga mengkaji hubungan antar kalimat. Hubungan antar kalimat dalam sebuah karangan tulisan tertentu akan membentuk wacana tertentu pula.[10]

Contoh konteks sintaksis dalam al-Quran:
1.      Surat Thaha ayat 1-3

طه (1) مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2) إِلاَّ تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3)

1)Thaahaa, 2) Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah, 3) tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)   
Dalam nahwu, kata (إِلاَّ) adalah (أداة الاستثناء = kecuali), tetapi dalam ayat ini tidak cocok diartikan ‘kecuali’ karena tidak adanya kata yang menjadi مستثنى (hal yang dikecualikan), maka arti (إِلاَّ) yang cocok dengan konteks di sini adalah ‘tetapi’ (لكن). Jadi, ketiadaan (مستثنى) di sini sebagai (قرينة) dimaknainya (إِلاّ) dengan ‘tetapi’ bukan dengan ‘kecuali’.[11]

2.      Surat Al-Baqarah ayat 274
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرّاً وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (274)
                          Pada ayat tersebut (خبر مبتدأ) diawali (ف), yaitu (فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ). Karena itu, sesuai dengan kaedah nahwu, maka ayat ini mengandung arti sebagai (جملة شرط) sehingga cocok digunakan terjemahan dengan gaya kalimat persyaratan sebagai berikut:
 Barang siapa yang menafkahkan hartanya dimalam dan disiang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka akan mendapat pahala disisi Tuhannya, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.[12]

3.      Surat Al-Baqarah ayat            262
الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنفَقُوا مَنّاً وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (262)
Adapun pada ayat tersebut tampak (خبر مبتدأ) tidak diawali (ف) yaitu: (لهم أجرهم). Karena itu, sesuai dengan kaedah nahwu, ayat ini tidak mengandungarti sebagai (جملة شرط), melainkan sebagai kalimat berita (جملة خبرية) yang sesuai dengan asbab nuzulnya sebagai pujian atas para sahabat yang mengorbankan hartanya, khususnya Utsman bin Affan yang menyumbangkan 1000 dinar, untuk keperluan (جلوس العسرة) dalam menghadapi perang tabuk, sehingga cocok diterjemahkan dengan kalimat pernyataan sebagai berikut:
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, mereka mendapat pahala dsb.[13]
           

4.      Surat Al-Hajj ayat 27

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27)

Huruf (و)wauw pada kata (وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ)wa ala kulli dhomir bukan dalam arti dan /athaf tetapi menggunakan arti  atau karena tentu saja yang telah berjalan kaki, tidak lagi mengendarai unta, demikian juga kata(كُلِّ) kulli tidak dapat diartikan semua atau setiap karena tentu saja tidak semua atau setiap unta yang kurus mereka kendarai. Sehingga terjemahannya sebagai berikut:
dan berserulah  kepada manusia untuk mengerjakaan haji, niscaayaa mereka akan datang kepadamu  dengan berjalan kaki atau mengendarai unta yang kurus yanng datang dari segenap penjuru.”[14]



BAB III
PENUTUP



Kesimpulan:
1.    Konteks Sintaksis merupakan lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan kelas dan fungsi unsur tersebut
2. Contoh konteks sintaksis dalam Al-Quran:
a.     Surat Thaha ayat 1-3
b.    Surat Al-Baqarah ayat 274
c.     Surat Al-Baqarah ayat  262
d.    Surat Al-Hajj ayat 27




DAFTAR PUSTAKA

Al-Gali, Abdullah. Menyusun Buku Ajar Bahasa Arab. Padang: Akademia, 2012.
Asrori, Imam. Sintaksis Bahasa Arab. Malang: Misykat, 2004.
Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004.
Imron, Ali. Semiotika Al-Quran. Yogyakarta: Teras, 2011.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika Al-Quran. Yogyakarta: LKiS, 2008.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah Vol. 9. Lentera Hati; Jakarta, 2002.
Taufiqurrochman. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press, 2008.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Tricahyo, Agus. Materi Balaghah 1. STAIN PRESS: Ponorogo, 2016.
_____________. Pengantar Linguistik Arab. Ponorogo: STAIN Press, 2011.



[1] Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Quran (Yogyakarta: LKiS, 2008), 12.
[2] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 591.
[3] Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), 105.
[4] Agus Tricahyo, Materi Balaghah 1 (STAIN PRESS: Ponorogo, 2016), 23.
[5] Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN Malang Press, 2008), 13.
[6]Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2004), 26.
[7]Abdullah Al-Gali, Menyusun Buku Ajar Bahasa Arab (Padang: Akademia, 2012), 25.
[8]Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 591.
[9]Agus Tricahyo, Pengantar Linguistik Arab (Ponorogo: STAIN Press, 2011), 96.
[10] Ali Imron, Semiotika Al-Quran (Yogyakarta: Teras, 2011), 45-46.
[11]Agus Tricahyo, Materi Balaghah 1, 25.
[12] Ibid.
[13] Ibid., 26.
[14] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 9 (Lentera Hati; Jakarta, 2002), 44.

No comments:

Post a Comment

Pengertian Memori atau Ingatan - Psikologi Pendidikan