KONTEKS
SINTAKSIS (SIYAQ NAHWI) DALAM AL-QURAN
_______________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________________
A.
Latar Belakang
Pada
hakikatnya Al-Quran mengandung sesuatu yang dapat
mengikat pembaca atau pendengarnya. Al-Quran merupakan teks bahasa yang penuh
dengan ciri khas. Al-Quran memiliki gaya yang khas yang membedakan dengan
sastra Arab lainnya.
Menurut
Ibn Qutaibah sebagaimana dikutip oleh Syihabuddin Qalyubi, mengatakan bahwa
gaya ditentukan oleh tuntutan konteks, tema, dan penutur.[1]
Jadi konteks merupakan salah satu yang menentukan gaya. Konteks
dalam Al-Quran meliputi koteks kebahasaan (linguistic) dan konteks
situasi.
Banyak
orang yang belum mengetahui bahwa konteks sintaksis termasuk dalam konteks
kebahasaan (linguistik). Untuk itu
penulis berusaha memaparkan makalah yang berjudul “KONTEKS SINTAKSIS (SIYAQ NAHWI) DALAM AL-QURAN”
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari konteks sintaksis?
2. Bagaimana
konteks sintaksis dalam Al-Quran?
C.
Tujuan
Pembahasan
1. Mengetahui
pengertian dari konteks sintaksis.
2. Mengetahui
konteks sintaksis dalam Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Konteks Sintaksis
Konteks dalam KBBI mempunyai arti
bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan
makna.[2] Konteks
atau siyaq menurut
Ibnu Burdah berarti sesuatu yang menyertai sebuah teks, sesuai pemaknaan
literer kata-kata yang merajut kata tersebut.[3]
Para
ahli balaghah sejak awal menaruh perhatian besar terhadap pembahasan siyaq (konteks),
karena konteks
memberikan makna yang paling cocok pada kata, kelompok kata, atau pada
makna kalam (nash, teks) secara keseluruhan.[4]
Sintaksis (nahwu) adalah ilmu yang
membahas seputar hukum dan kedudukan kata yang terdapat di dalam kalimat atau
teks, pembagian kalimat dan sebagainya. Sintaksis lebih dikenal dengan istilah
Grammar atau ilmu tata bahasa.[5] Sintaksis
(nahwu) pada dasarnya merupakan cabang linguistik yang mengkaji konstruksi
–konstruksi yang bermodalkan kata.[6]
Menurut Abdullah al-Gali sintaksis (nahwu) didefinisikan:
النحو هو العلم الذي يهتم بدوسة
القواعد والأنظمة التي تتحكم في وضع الكلمات وترتيبها وصورة النطق بها هن طريق ما
يطرأ على أو اخرها من أشكال إعرا بية مختلفة
“Ilmu yang mempelajari kaidah dan aturan yang mengatur dan menentukan
kata dan susunannya, cara melafalkannya sesuai baris i’rab di akhir yang
berbeda-beda”.[7]
Konteks
Sintaksis merupakan lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang
menentukan kelas dan fungsi unsur tersebut.[8]
B. Konteks
Sintaksis dalam al-Quran
Penelitian
Al-Quran telah membawa dampak positif dalam perkembangan penelitian bahasa dan
sastra Arab. Misalnya Sibawaihi yang menulis buku nahwu dengan nama Al-kitab
sebagai ilmu tata bahasa Arab pertama. Abu Hilal al-Askari, Abdulqahir
al-Jurjani dan para tokoh lain membukukan kitab balaghah.[9]
Pada dasarnya kajian sintaksis tidak hanya terbatas pada
aspek hubngan gramatikal antar kata di dalam suatu kalimat, tetapi juga
mengkaji hubungan antar kalimat. Hubungan antar kalimat dalam sebuah karangan
tulisan tertentu akan membentuk wacana tertentu pula.[10]
Contoh
konteks sintaksis dalam al-Quran:
1. Surat Thaha ayat 1-3
طه (1) مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ
الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2) إِلاَّ تَذْكِرَةً
لِمَنْ يَخْشَى (3)
“1)Thaahaa, 2) Kami tidak menurunkan Al-Quran ini
kepadamu agar kamu menjadi susah, 3) tetapi sebagai peringatan bagi orang yang
takut (kepada Allah)”
Dalam
nahwu, kata (إِلاَّ) adalah (أداة الاستثناء = kecuali), tetapi dalam ayat ini tidak cocok diartikan
‘kecuali’ karena tidak adanya kata yang menjadi مستثنى (hal
yang dikecualikan), maka arti (إِلاَّ) yang cocok dengan
konteks di sini adalah ‘tetapi’ (لكن). Jadi, ketiadaan (مستثنى) di sini sebagai (قرينة) dimaknainya (إِلاّ) dengan ‘tetapi’ bukan dengan ‘kecuali’.[11]
2.
Surat Al-Baqarah ayat 274
الَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرّاً وَعَلانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (274)
Pada ayat tersebut
(خبر
مبتدأ) diawali (ف), yaitu (فَلَهُمْ
أَجْرُهُمْ). Karena itu,
sesuai dengan kaedah nahwu, maka ayat ini mengandung arti sebagai (جملة
شرط) sehingga cocok
digunakan terjemahan dengan gaya kalimat persyaratan sebagai berikut:
“Barang
siapa yang menafkahkan hartanya dimalam dan disiang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka akan mendapat pahala disisi Tuhannya, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.[12]
3.
Surat Al-Baqarah ayat 262
الَّذِينَ
يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لا يُتْبِعُونَ مَا أَنفَقُوا
مَنّاً وَلا أَذًى لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (262)
Adapun
pada ayat tersebut tampak (خبر
مبتدأ) tidak diawali (ف) yaitu: (لهم أجرهم). Karena itu, sesuai dengan kaedah nahwu, ayat ini tidak
mengandungarti sebagai (جملة شرط), melainkan sebagai kalimat berita (جملة
خبرية) yang sesuai
dengan asbab nuzulnya sebagai pujian atas para sahabat yang mengorbankan
hartanya, khususnya Utsman bin Affan yang menyumbangkan 1000 dinar, untuk
keperluan (جلوس العسرة) dalam menghadapi perang tabuk, sehingga cocok diterjemahkan
dengan kalimat pernyataan sebagai berikut:
Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di
malam dan di siang
hari secara tersembunyi dan terang-terangan, mereka mendapat pahala dsb.[13]
4. Surat Al-Hajj
ayat 27
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27)
Huruf
(و)wauw
pada kata (وَعَلَى كُلِّ
ضَامِرٍ)wa ala kulli dhomir bukan
dalam arti dan /athaf tetapi menggunakan arti atau karena tentu saja yang telah
berjalan kaki, tidak lagi mengendarai unta, demikian
juga kata(كُلِّ) kulli tidak
dapat diartikan semua atau setiap karena tentu saja tidak semua atau
setiap unta yang kurus mereka kendarai. Sehingga
terjemahannya sebagai berikut:
“dan berserulah
kepada manusia untuk mengerjakaan haji, niscaayaa mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki atau
mengendarai unta yang kurus yanng datang dari segenap penjuru.”[14]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1. Konteks
Sintaksis merupakan lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang
menentukan kelas dan fungsi unsur tersebut
2.
Contoh konteks sintaksis dalam Al-Quran:
a. Surat Thaha ayat 1-3
b.
Surat Al-Baqarah ayat 274
c. Surat Al-Baqarah ayat 262
d. Surat Al-Hajj
ayat 27
DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Imam. Sintaksis Bahasa Arab. Malang: Misykat, 2004.
Burdah, Ibnu. Menjadi Penerjemah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
2004.
Imron, Ali. Semiotika Al-Quran. Yogyakarta: Teras, 2011.
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika Al-Quran. Yogyakarta: LKiS, 2008.
Shihab, Quraish.
Tafsir Al-Mishbah Vol. 9. Lentera
Hati; Jakarta, 2002.
Taufiqurrochman. Leksikologi Bahasa Arab. Malang: UIN Malang Press,
2008.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
2005.
Tricahyo, Agus. Materi Balaghah 1. STAIN
PRESS: Ponorogo, 2016.
_____________. Pengantar Linguistik Arab. Ponorogo:
STAIN Press, 2011.
[1]
Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Quran (Yogyakarta: LKiS, 2008), 12.
[2] Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005),
591.
[3]
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004),
105.
[5]
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: UIN Malang Press,
2008), 13.
[8]Tim
Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 591.
[9]Agus
Tricahyo, Pengantar Linguistik Arab (Ponorogo: STAIN Press, 2011), 96.
No comments:
Post a Comment