SIYAQ MU’JAMI DALAM AL-QUR’AN_
________________________________________________________
________________________________________________________
A.
Latar
Belakang
Tidak ada perselisihan tentang keberadaan hakekat-hakekat di dalam
Al-Qur’an, yaitu setiap kata yang berada dalam konteksnya masing-masing yang
berlangsung secara tematis, tidak ada yang dudahulukan atau diakhirkan.[1]
Balaghah
mendatangkan makna yang agung dan jelas, dengan ungkapan yang benar dan fasih,
memberi bekas yang berkesan di lubuk hati, dan sesuai dengan situasi, kondisi,
dan orang-orang yang diajak bicara.
Secara ilmiah,
balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan kepada kejernihan jiwa
dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara
macam-macam uslub (ungkapan). Kebiasaan mengkaji balaghah merupakan
modal pokok dalam membentuk tabiat
kesastraan dan menggiatkan kembali beberapa bakat yang terpendam. Untuk mencapai tingkatan itu seorang siswa
harus membaca karya-karya sastra, dan harus memiliki kepercayaan pada diri sendiri sehingga mampu
menilai baik dan jelek terhadap suatu karya sastra sesuai dengan kemampuanya.[2]
Ilmu Balaghah berarti suatu kajian yang berisi teori-teori dan
materi-materi yang berkaitan dengan cara-cara penyampaian ungkapan yang
bernilai Balaghah itu sendiri. Makna dalam suatu ungkapan dapat dipahami
berdasarkan beberapa konteks kalimat, yaitu: Konteks Nahwi(السياق النّحوى), konteks Mu’jami(السياق
المعجمى),
dan konteks Dalali(السياق
الدلالى).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai memahami makna berdasarkan
konteks linguistik mu’jami, pengertian dan contoh-contohnya dalam al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konteks Leksikal (السياق
المعجمى)?
2.
Apa
saja Contoh-contoh Konteks Leksikal (السياق
المعجمى)dalam Al-Qur’an?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konteks Leksikal (السياق
المعجمى)
Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic
meaning) adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam
bentuk leksem atau dalam bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap.
Makna leksikal sebuah kata dapat dilihat di dalam sebuah kamus.[3]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ‘kamus’ merupakan buku
acuan yang memuat kata dan ungkapan, biasanya disusun menurut abjad berikut
keterangan tentang makna, pemakaian, atau terjemahannya.[4]
Kamus (dictionary) merupakan buku referensi yang memuat
daftar kata atau gabungan kata dengan keterangan mengenai berbagai segi
maknanya dan penggunaanya dalam bahasa. Biasanya disusun menurut urutan abjad
(dalam tradisi Yunani-Romawi menurut tradisi Yunani-Romawi, kemudian menurut abjad
bahasa bersangkutan, dalam tradisi Arab menurut urutan jumlah konsonan).[5]
Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau yang ada pada leksem
meski tanpa konteks apapun. Misalnya, pada leksem ‘kuda’ memiliki makna
leksikal sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai. Leksem ‘air’
memiliki makna leksikal sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Dengan ini juga dapat dinyatakan, bahwa makna Leksikal
adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan observasi indera kita,
atau makna apa adanya.[6]
Makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh
sebuah leksem. Makna leksikal ini dapat juga diartikan sebagai makna kata
secara lepas, di luar konteks kalimatnya. Makna leksikal ini terutama yang
berupa kata di dalam kamus bisanya didaftarkan sebagai makna pertama dari kata
atau entri yang terdaftar dalam kamus itu. Misalnya, ‘bagian tubuh dari
leher ke atas’ adalah makna leksikal dari kata ‘kepala’, sedangkan
makna ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ bukanlah makna leksikal, sebab
untuk menyatakan makna ‘ketua’ atau ‘pemimpin’, kata itu harus
bergabung dengan unsur lain, seperti dalam frase ‘kepala sekolah’ atau ‘kepala
kantor’.[7]
Konteks Leksikal memiliki struktur Leksikal. Yang dimaksud dengan
struktur leksikal adalah bermacam-macam relasi semantik yang terdapat pada
kata. Hubungan antara kata itu dapat berupa: sinonimi, polisemi, hiponimi,antonimi,
dan homonimi.[8]
Kelima macam kata relasi itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1.
Relasi
antara bentuk dan makna yang melibatkan sinonimi dan polisemi.
a.
Sinonimi:
lebih dari satu bentuk bertalian dengan satu makna.
b.
Polisemi
: bentuk yang sama memiliki lebih dari satu makna.
2.
Relasi
antara dua makna yang melibatkan hiponimi dan antonimi.
a.
Hiponimi
: cakupan makna dalam sebuah makna yang lain.
b.
Antonimi
: posisi sebuah makna di luar sebuah makna yang lain.
3.
Relasi
antara dua bentuk yang melibatkan homonimi. Homonimi yaitu suatu bentuk yang
mengacu kapada dua referen yang berlainan.
B.
Contoh-contoh Konteks Leksikal (السياق
المعجمى) dalam
Al-Qur’an
Di bawah ini akan dijelaskan mengenai empat contoh makna leksikal
dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut.[9]
1.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى) makna ما
لِيَأْكُلُوْا مِنْ ثَمَرِهِ وَماَ عَمِلَتْهُ
أَيْدِيْهِمْ أَفَلاَ يَشْكُرُوْنَ (٣٥)
“Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan
[...] diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?”(QS. Yaasin: 35)
Dalam kamus, kata ماantara lain berartiموصول
(sesuatu)
atauنافية(tidak atau bukan). Maka terjemahannya:
a.
Dengan
ما موصولة: agar mereka dapat
makan dari buahnya dan dari apa yang dihasilkan tangan mereka sendiri.
b.
Dengan ما النافية: agar mereka dapat
makan dari buahnya dan tidak dihasilkan oleh tangan mereka sendiri.
Dengan memperhatikan arti kalimat ‘أَفَلاَ يَشْكُرُوْنَ’ (apakah mereka tidak bersyukur kepada Tuhan),
maka terjemahan kedualah yang cocok. Jadi, kalimat ‘أَفَلاَ يَشْكُرُوْنَ’merupakanقرينة معجميّةuntuk memakai kata ما
النّافية(tidak).
Maksudnya, tidakkah mereka bersyukur kepada Pencipta nikmat-nikmat
ini atas segala karunia yang telah Dia berikan kepada mereka yang tidak bisa
dihitung itu.[10]
Sehingga, ayat ini menerangkan bahwa Allah menciptakan dan
menganugerahkan semuanya itu kepada manusia, agar mereka memperoleh makanan
dari buah dan hasilnya. Begitu pula dari usaha kerajinan tangan mereka, yang
sekarang ini dikenal dengan hasil-hasil pertanian dan industri yang hampir tak
terhitung jumlahnya. Jika mereka mau memikirkan betapa besarnya kekuasaan dan
rahmat Allah, mengapa mereka tak mau juga bersyukur kepada-Nya? Sikap dan
tingkah laku semacam ini sungguh tak layak bagi orang-orang yang berakal.[11]
2.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى) makna الكتاب
Kata ‘كتاب’pada beberapa ayat di bawah ini masing-masing
berbeda maknanya tergantung pada konteks leksikal.
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّوْنَ لاَيَعْلَمُوْنَ {الكتاب} إِلَّآ
أَماَنِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَظُنُّوْنَ (٧٨)
“Dan di antara mereka ada yang buta huruf,
tidak mengetahui [...], kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya
menduga-duga”(QS. Al-Baqarah: 78)
وَالْمُحْصَناَتُ
مِنَ النِّسآءِ إِلاَّ ماَ مَلَكَتْ أَيْماَنُكُمْ {كتاب} اللهِ عَلَيْكُمْ (٢٤)
“Dan (haram mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki sebagai [...] Allah atas kamu”.(QS. An-Nisa: 24)
وَماَ يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقاَلِ ذَرَّةٍ فِى
الأَرْضِ وَلاَ فِى السّمَآءِ وَلآ أَصْغَرَ مِنْ ذَالِكَ وَلاَ أَكْبَرَ إِلَّا
فِى {كِتَابٍ} مُبِيْنٍ (٦١)
“Tidak luput dari
pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit,
tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu,
melainkan (semua tercatat) dalam [...] yang nyata”.(QS. Ali Imran: 61)
وَماَ كاَنَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوْتَ إِلاَّ بِإِذْنِ
اللهِ {كِتاَباً} مُؤَجَّلاً (١٤٥)
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan
izin Allah, [...] yang telah ditentukan waktunya”.(QS. Ali ‘Imran: 145)
فَمَنْ أُوْتِيَ {كِتاَبَهُ} بِيَميْنِهِ فَأُوْلَئِكَ
يَقْرَءُوْنَ {كِتاَبَهُمْ} (٧١)
“Dan barang siapa yang diberikan [...] nya di tangan
kanannya, maka mereka itu akan membaca [...] nya itu”(QS. Al-Isra’: 71)
Dengan memahami makna leksikal setiap ayat, dapat dipastikan makna ‘الكتاب’ pada kelima ayat di
atas, satu dengan yang lain berbeda, yaitu sebagai berikut.
a. Pada ayat pertama : kata ‘كتاب’ bermakna ‘tulisan’,
yaitu kitab Taurat, karena qarinah kata أُمِّيُّوْنَberarti tidak bisa baca tulis.
b. Pada ayat kedua : kata ‘كتاب’ bermakna kewajiban, qarinah
ayat ini berkenaan dengan pergaulan dengan perempuan.
c. Pada ayat ketiga : kata ‘كتاب’ bermakna اللوح المحفوظ.
d. Pada ayat keempat : kata‘كتاب’ bermakna saat
kematian.
e. Pada ayat kelima : kata ‘كتاب’ bermakna daftar amal
baik.
3.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna ضَرَبَ-يَضْرِبُ
Fi’ilضَرَبَdapat berarti ‘memukul’, ‘berjalan’ dan sebagainya, tergantung
konteks leksikal lingkungannya.
وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوْسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْناَ
{اضْرِبْ} بِّعَصاَكَ الْحَجَر.. (٦٠)
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya,
lalu Kami berfirman: “[...] batu itu dengan tongkatmu!”.”(QS. Al-Baqarah: 60)
إِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِ أَنْ {يَضْرِبَ} مَثَلاً ماَ
بَعوْضَةً فَماَ فَوْقَهاَ (٢٦)
“Sesungguhnya Allah tiada segan [...] perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu”.(QS. Al-Baqarah: 26)
وَقاَلُوْا لِإِخْوَانِهِمْ إِذَا {ضَرَبُوْا} فِى
الأَرْضِ أَوْ كاَنُوْا غُزًّى لَّوْ كاَنُوْا عِنْدَناَ ماَ ماَتُوْا وَماَ
قُتِلُوْا (١٥٦)
“(Orang-orang munafik) berkata kepada saudara-saudara
mereka apabila mereka [...] di muka bumi atau mereka berperang: “Kalau mereka
tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh”.”(QS. Ali ‘Imran: 156)
Kata-kataضَرَبَdalam ayat-ayat di atas berbeda maknanya, karena kata-kata
(leksikal) yang berada sekitarnya tidaklah sama.
a. Pada ayat pertama : kata ضَرَبَbermakna ‘memukul/ pukullah’ karena ada qarinahبِّعَصاَكَ الْحَجَر.
b. Pada ayat kedua : kata ضَرَبَbermakna ‘membuat’, karena kata مَثَلاً sebagai qarinah.
c. Pada ayat ketiga : kata ضَرَبَbermakna ‘mengadakan perjalanan’, denganفِى الأَرْضِsebagai qarinahnya.
4.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna كَفَرَ- يَكْفُرُ
Berikut
contoh-contoh kata ‘كَفَرَ’ yang
memiliki arti yang berbeda disesuaikan dengan konteksnya.
إِنَّ الَّذِيْنَ {كَفَرُوْا} سَوآءٌ عَلَيْهِمْ
ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ وَلاَ يُؤْمِنُوْنَ (٦)
“ Sesungguhnya orang-orang [...], sama saja bagi
mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga
akan beriman.”(QS. Al-Baqarah: 6)
... وَمَنْ يَشْكُرُ فَإِنَّماَ يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ (١٢)
“.. dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang
[...], maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."(QS. Luqman 12)
a. Pada ayat pertama : kataكَفَرَmemiliki arti ‘mengingkari’, atau tidak beriman kepada Allah. Arti
ini ditunjukkan oleh qarinahلاَ يُؤْمِنُوْنَ.
b.
Pada ayat kedua : kataكَفَرَbukan berarti ‘tidak beriman’, tetapi ‘tidak bersyukur’,
dengan memperhatikan kataيَشْكُرُsebagai qarinahnya.
KESIMPULAN
1.
Pengertian
Konteks Leksikal (السياق
المعجمى)
Makna leksikal adalah makna kata ketika kata itu berdiri sendiri,
entah dalam bentuk leksem atau dalam bentuk berimbuhan yang maknanya kurang
lebih tetap. Makna leksikal sebuah kata dapat dilihat di dalam sebuah kamus
2.
Contoh-contoh
Konteks Leksikal (السياق
المعجمى)dalam Al-Qur’an
a.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna ما
b.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna الكتاب
c.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna ضَرَبَ-يَضْرِبُ
d.
Konteks
Leksikal (السياق
المعجمى)makna كَفَرَ- يَكْفُرُ
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Bahrun, dkk.1993. Terjemah
Tafsir Al-Maragi; Jilid 23. Semarang, Toha Putra.
Ammar, Farikh Marzuqi & Imam
Fauzi Ja’iz. 2007.Samudera Ulumul Qur’an; Terj. Al-Itqan fi Ulumil Qur’an.
Surabaya,PT Bina Ilmu Offset.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta,PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik.
Jakarta, PT Rineka Cipta.
Departemen
Agama Republik Indonesia. 1990.Al-Qur’an dan Tafsirnya; Jilid VIII.
Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf.
Kridalaksana, Harimurti. 2008.Kamus
Linguistik. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.
Nurkholis, Mujiyono, dkk. 2004. Terj.
al-Balaghatul Waadhihah. Bandung, Sinar Baru Algensindo.
Pateda, Mansoer. 2001.Semantik
Leksikal. Jakarta, PT Rineka Cipta.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa.
2015.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.
Tricahyo, Agus.2016.
Materi Balaghah 1. Ponorogo, STAIN Ponorogo.
Tricahyo, Agus. 2011. Pengantar
Linguistik Arab. Ponorogo, STAIN Ponorogo Press.
[1] Farikh Marzuqi
Ammar & Imam Fauzi Ja’iz, Samudera Ulumul Qur’an; Terj. Al-Itqan fi
Ulumil Qur’an (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 2007), 157.
[2] Mujiyono
Nurkholis, dkk., Terj. al-Balaghatul Waadhihah (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004), 6.
[3] Mansoer
Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001), 119.
[4] Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2015), 499.
[5] Harimurti
Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), 107.
[6] Abdul Chaer, Linguistik
Umum (Jakarta:PT Rineka Cipta, 1994), 286.
[7] Abdul Chaer, Psikolinguistik
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), 270.
[8] Agus Tricahyo,
Pengantar Linguistik Arab (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011),
139-140.
[9] Agus Tricahyo,
Materi Balaghah 1 (Ponorogo, STAIN Ponorogo, 2016), 26-30.
[10] Bahrun Abu
Bakar, dkk., Terjemah Tafsir Al-Maragi; Jilid 23 (Semarang: Toha Putra,
1993), 8.
[11] Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya; Jilid VIII
(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1990), 234.
No comments:
Post a Comment