Wednesday, 18 December 2019

PROPOSAL SKRIPSI KEBERMAKNAAN HIDUP LANSIA DI PANTI JOMPO TRESNA WERDHA MAGETAN









Disusun Oleh:
Andriyan 211516060


JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
IAIN PONOROGO
2019
_____________________________________________________________________
   A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Manusia diciptakan untuk tumbuh dan berkembang. Kehidupan seseorang dimulai ketika dia baru lahir, kemudian menjadi anak-anak, dewasa, lanjut usia dan meninggal. Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Masa lansia adalah periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa untuk penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan peyesuaian diridengan peran-peran sosial. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia Bab I Pasal 1 berbunyi :“Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai 60 (enam puluh) tahun keatas”.
Dalam perkembangannya manusia akan mengalami proses kelahiran dan kematian, dan dalam hal ini manusia tidak akan lepas dari penuaan. Proses penuaan merupakan suatu proses yang tidak dapat dicegah, selain itu penuaan merupakan hal yang wajar yang  dialami oleh orang yang diberi karunia umur panjang.
Lansia yang mengalami penuaan memunculkan berbagai perubahan pada fisiknya, penuaan merupakan perubahan yang berhubungan dengan waktu yang dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Penuaan merupakan bagian dari proses biologis, di mana dari tahun ke tahun tubuh akan mengalami perubahan dan akan semakin memburuk kondisinya.
Lansia memiliki berbagai macam masalah yang timbul dalam kehidupannya. Masalah yang timbul adalah yang berkaitan dengan fisik dan psikologis. Kemunduran ini terjadi secara perlahan dan bertahap, terkadang tidak disadari namun terasa dalam kehidupannya. Tahap kemunduran ini disebut juga proses menjadi tua atau menua.

Kemunduran fisik disebabkan oleh perubahan pada sel-sel tubuh, bukan karena penyakit khusus namun karena proses menua. Perubahan terjadi pada bentuk fisik lansia. Perubahan fisik ini berpengaruh pada penampilan lansia. Fisik yang gagah dan kuatpada periode lansia digantikan menjadi fisik yang lemah. Selain itu, terjadi perubahan pada sistem inderawi. Penurunan fungsi pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman dan peraba. Menurunnya ketahanan terhadap rasa sakit untuk setiap bagian tubuh berbeda.
Masalah psikologis lansia umumnya adalah kesepian, terasingkan dari lingkungan, ketidak berdayaan perasaan, merasa tidak berguna, kurang percaya diri, ketergantungan, keterlantaran, terutama bagi lansia yang miskin.
Berbagai macam kebutuhan yang bersifat seperti: kesehatan, perekonomian dan psikologis mewarnai kehidupan lansia. Lansia yang sudah tidak mampu melakukan pekerjaan, seperti waktu mereka masih muda menyebabkan lansia harus dibantu dalam pelaksanaan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Setiap individu dapat menghayati hidup bermakna, namun setiap individu memiliki makna hidup yang berbeda-beda, termasuk pada lansia. Setiap individu memiliki keinginan untuk bermakna dalam hidupnya, yang bersifat independen, tidak berdasarkan jenis kelamin, usia, kapasitas intelektual, karakteristik kepribadian, atau agama.
Kondisi di atas merupakan hal yang paling sering terjadi pada lansia. Ketika lansia dihadapkan pada periode dimana dia harus berhenti bekerja, maka munculah kondisi seperti hilangnya minat, kurangnya inisiatif, mempunyai perasaaan hampa, merasa tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak berarti, mudah merasa bosan.
Kondisi ini adalah kondisi dimana lansia tidak mencapai hidup yang bermakna. Ketidak berhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya menimbulkan penghayatan hidup tanpa makna.
Kehidupan yang bermakna akan kembali setelah berada pada periode dimana lansia merasakan hidupnya tidak bermakna, dan dibutuhkan cara agar mencapai kebermaknaan hidup. Kebermaknaan hidup merupakan hal terpenting untuk menunjang proses penemuan arti kebahagiaan saat menjalani kehidupan. Pencarian akan makna menjadi pusat dari dinamika kepribadian manusia. Keinginan akan arti atau makna adalah kekuatan motivasional mendasar dalam diri manusia.
Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk merasakan kehidupan yang bermakna termasuk lansia yang tidak tinggal dengan keluarganya. Bergabungnya lansia dalam sebuah lembaga sosial atau panti jompo  menjadi salah satu solusi yang cukup baik demi kelangsungan hidup lansia. Kondisi lansia yang sudah berpisah dengan keluarga tidak menutup kemungkinan nantinya lansia akan menemukan makna hidupnya. Makna hidup tidak mengenal status sosial, pangkat,  dan kekayaan. Siapa pun yang telah berjuang menemukan makna hidup maka layak mendapatkannya.
Berdasarkan uraian yang peneliti kemukakan di atas, peneliti menyadari betapa pentingnya kebermaknaan hidup terhadap keberlangsungan hidup lansia, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prespektif lansia terhadap kebermaknaan hidup lanis yang tinggal di panti jompo Tresna Werdha Magetan.
  
   B.     RUMSAN MASALAH
1.     Bagaimana upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup ?
2.      Faktor apa saja yang mendorong lansia dalam memperoleh  kebermaknaan hidup ?
3.     Mengapa menemukan kebermaknaan hidup bagi lansia di pati jompo bernilai penting ? 
  C.    TUJUAN PENELITIAN
1.  Mengetahui upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup.
2. Mengetahui faktor apa saja yang mendorong lansia dalam memperoleh  kebermaknaan hidup
3.Mengetahui pentingnya nilai kebermaknaan hidup bagi lansia yang tinggal di pati jompo
  D.    MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada pihak-pihak terkait dalam rangka peningkatan kesejahteraan hidup pada lansia agar peningkatan umur harapan hidup diimbangi dengan kualitas kesejahteraan yang baik bagi lansia. Secara rinci, beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Manfaat secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu psikologi, yaitu untuk menjelaskan tentang  bagaimana lansia dapat menemukan kebermaknaan hidupnya.
2.      Manfaat praktis
Bagi peneliti yang melakukan penelitian tentang lansia di panti jompo, agar dapat mengetahui secara mendalam tentang lansia khususnya yang berada di panti jompo.
            Bagi lansia sendiri, diharapkan penelitian ini memberikan manfaat untuk menambah pengetahuan lansia mengenai pentingnya meraih kesejahteraan atau kebermaknaa hidup di masa tuanya, agar lansia merasakan kebahagiaan secara psikologis sehingga terhindar dari gangguan-gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan psikis serta membuat hidupnya lebih bermakna.
            Dengan hidup yang bermakna maka tingkat harapan hidup lansia juga akan meningkat. Kehidupan yang bermakna akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis lansia. Kebermaknaan hidup seseorang juga akan berpengaruh pada kebahagiaan dan kesejahteraan lansia.

   E.     TELAAH PUSTAKA TERDAHULU
1.      Berdasarkan hasil penelitian  yang dilakukan oleh: Rohmah, Nur. 2011. Studi Deskriptif Tentang Kebermaknaan Hidup Lansia yang Tinggal di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNNES. Menyatakan bahwa: “Sebagian besar lansia Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran mempunyai gambaran kebermaknaan hidup yang tergolong dalam kategori sedang yang berarti lansia Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo sudah merasakan hidup mereka cukup berharga dan berarti, sudah menemukan makna dalam hidup tetapi kadang-kadang masih mengalami perasaan hampa dan gersang. Lansia juga telah menemukan tujuan hidup tetapi belum sepenuhnya jelas dan terarah.”
2.      Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh: Indah Agustina Pratiwi, Jurusan Bimbingan Konseling Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Surakarta, di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. Dr. Soeharso Surakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pencapaian kebermaknaan hidup di mulai dari tahap penderitaan yang terdiri dari peristiwa mengurung diri dan percobaan bunuh diri, kemudian tahap penerimaan diri melalui konsultasi dan beribadah, tahap penemuan kebermaknaan hidup subyek diperoleh di lingkungan BBRSBD, tahap komitmen dan kegiatan terarah melalui belajar dan berkarya serta tahap pengembangan kebermaknaan hidup dengan cara istiqomah, konsisten, jujur dan meningkatkan rasa syukur terhadap semua pemberian Allah SWT .
Kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup disabilitas daksa bukan bawaan di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa (BBRSBD) Prof. Dr. Soeharso Surakarta terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kepribadian, sikap optimis dn ibadah. Pengalaman tersebut menjadikan bekal dalam meneruskan kehidupan subyek ke depannya. Kemudian faktor eksternal terdiri dari keluarga, pekerjaan serta budaya dan lingkungan masyarakat.
3.      Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan oleh: Ahmad Wahyu Adi Prabowo, Pasca Sarjana Uin Sunan Kalijaga Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Pekerjaan Sosial Yogyakarta, menunjukan bahwa sebagian besar lansia di Panti Wreda Budhi Darma Alasan lansia memilih tinggal di panti adalah karena keinginan personal dan kelemahan struktur kekuatan keluarga. Keinginan personal dapat berasal dari keinginan untuk mandiri, keikhlasan menerima kondisi hidup dan ketersediaan jaminan sosial untuk kehidupan lansia. Alasan lansia karena kelemahan struktur kekuatan keluarga dapat disebabkan karena konflik keluarga. Disamping itu sebagian besar lansia di Panti Wreda Budhi Darma menemukan kebermaknaan hidupnya dan sudah merasakan hidup mereka cukup berharga dan berarti, sudah menemukan makna dalam hidup tetapi kadang-kadang masih merasakan perasaan hampa dan gersang. Lansia yang telah menemukan tujuan hidup tetapi belum sepenuhnya jelas dan terararh.
Lansia yang masih belum sepenuhnya menghayati apa makna dari hidup yang mereka jalani. Kadang-kadang lansia kehilangan arah dan tujuan hidup.Lansia yang sudah paham mampu memhami arti hidup. Alasan yang selalu mendorong lansia untuk tetap meneruskan hidup telah ditemukan tetapi tidak jarang lansia menilai bahwa hidupnya penuh penderitaan dan masih belum menerima apa yang telah diberikan Tuhan.
Aspek kebermaknaan hidup lansia di Panti Wreda Budhi Darma Yogyakarta dilihat dari aspek kebebasan bekehendak telah merasakan kebebasan dalam menentukan sikap yang menuntut tanggung jawab atas dirinya sendiri, tetapi belum sepenuhnya. Terkadang lansia merasa yakin atas pilihannya sendiri dan kebebasan yang dikembangkan masih mengandung unsur kesewenang- wenangan.
Dalam aspek kehendak hidup bermakna lansia mempunya keinganan yang cuku tinggi untuk ikut aktif beperan serta dalam setiap program yang ada baik program pribadi maupun program Panti Wreda Budhi Darma tetapi terkadang masih muncul rasa pesimis terhadap kebermanfaatannya. Secara pribadi, lansia belum sepenuhnya merasa berharga karena sesekali masih merasa kehilangan arah dan tujuannya.
Aspek yang terkahir aspek makna hidup terhadp lansia. Lansia juga cukup mampu memahami arti hidup dan telah menemukan alasan yang selalu mendorong lansia untuk tetap meneruskan hidup.Tetapi tidak jarang lansia masih mengeluh terhadap keadaan yang dialami saat ini.Lansia masih mengalami suatu perasaan hampa karena kehilangan makna hidup.
Besarnya lansia yang telah mencapai kebermaknaan hidup terjadi karena mampu menghayati setiap aktivitas dan kegiatan-kegiatan di panti. Melalui aktivitas yang mereka lakukan dan kegiatan yang mereka ikuti, hidup terasa lebih berharga dan bermakna karena masih ada sesuatu yang masih bisa mereka lakukan. Para lansia merasa yakin bahwa apa yang telah dikerjakan pasti bermanfaat. Misal, lansia melakukan senam pagi karena paham tubuh akan segar dan sehat. Lansia menyadari bahwa menjaga badan agar tetap bugar adalah tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab orang lain. Apa yang dijalani lansia di Panti Wredha Budhi Darma adalah keputusan yang didasari atas rasa tanggung jawab pribadi yang tinggi. Melakukan sebuah pekerjaan dengan penuh tanggung jawab merupakan bukti bahwa seseorang telah mampu menghayati hidupnya.
Dan skripri yang diajukan oleh peneliti dengan judul “kebermaknaan hidup lansia di panti jompo Tresna Werdha Magetan” belum pernah diajukan sebelumnya di kampus IAIN Ponorogo Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah.

   F.     LANDASAN TEORI
1.      Pengertian kebermaknaan hidup
Frankl mengungkapkan bahwa kebermaknaan hidup adalah keadaan yang menunjukkan sejauh mana seseorang telah mengalami dan menghayati kepentingan keberadaan hidupnya menurut sudut pandang dirinya sendiri. Dittman-Kohli dan Westerhof berpendapat bahwa di dalam kebermaknaan terdapat dua arti dasar. Pertama, kebermaknaan lebih menunjuk pada interpretasi terhadap pengalaman atau hidup pada umumnya. kedua, kebermaknaan lebih menunjuk pada tujuan-tujuan dan motivasi-motivasi yang membuat individu memiliki respek terhadap pengalamannya atau hidupnya.
Menurut Ancok kebermaknaan hidup adalah sebuah kekuatan hidup manusia untuk memiliki sebuah komitmen kehidupan. Makna hidup ini bermula dari adanya sebuah visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan adanya alasan mengapa seseorang harus tetap hidup. Kebermaknaan hidup dapat diwujudkan dalam sebuah keinginan menjadi orang yang berguna untuk orang lain, apakah itu anak, lstri, keluarga dekat, komunitas negara dan bahkan umat manusia.[1]
            Frankl berpendapat bahwa manusia secara hakiki mampu menemukan kebermaknaan hidup melalui transendensi diri. Pendapat tersebut sejalan dengan Paloutzian yang mengemukakan bahwa perasaan keagamaan yang matang akan membantu individu memuaskan “keinginan akan makna” dengan mengambil ajaran agama yang diterapkan dalam seluruh aspek kehidupannya.
Kebermaknaan hidup juga bersifat personal dan unik sebab individu bebas menentukan pilihan caranya sendiri dalam menemukan dan meniciptakan kebermaknaan hidup. Menciptakan kebermaknaan hidup menjadi tanggung jawab individu dan tidak dapat dipercayakan kepada orang lain sebab dia sendiri yang merasakan/mengalami kebermaknaan kehidupannya.
Kebermaknaan hidup berbeda dari orang ke orang lain, dan bahkan dari momen ke momen yang lain. Meskipun demikian, manusia memiliki kemampuan untuk menemukan kebermaknaan hidup dalam kondisi apapun bahkan ketika harus menghadapi situasi yang sungguh tak menyenangkan.
Pencarian kebermaknaan hidup merupakan tugas yang menyebabkan adanya peningkatan tegangan batin yang merupakan prasyarat bagi kesehatan psikologis individu oleh karena suatu kepribadian yang sehat mengandung tingkat tegangan tertentu antara apa yang telah dicapai atau diselesaikan dengan apa yang harus dicapai atau diselesaikan.
            Dengan adanya tegangan ini individu yang sehat selalu memperjuangkan tujuan yang memberikan kebermaknaan hidup. Dengan perjuangan yang terusmenerus ini menghasilkan kehidupan yang penuh semangat dan gembira. Tanpa adanya kebermaknaan hidup, manusia tidak memiliki alasan untuk meneruskan kehidupan.[2]

2.      Komponen-komponen kebermaknaan hidup
            Terdapat komponen-komponen yang potensial dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan mengembangkan kehidupan bermakna sejauh diaktualisasikan. Komponen ini ternyata cukup banyak ragamnya, tetapi semuanya dapat dikategorikan dalam menjadi tiga dimensi yaitu :
a)     Dimensi Personal
Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal adalah:
1)      Pemahaman diri (self insight), yakni meninggkatnya
2)      kesadaran atas buruknya kondisi diri pada saat ini dan keinginan kuat untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.
3)      Pengubahan sikap (changing attitude), dari semula tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi hidup dan musibah yang terelakkan.
b)  Dimensi Sosial
Unsur yang merupakan Dimensi sosial adalah dukungan sosial (social supprot), yakni hdirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dpat dipercaya dan selalu bersedia memberikan bantuan pada saat-saat diperlukan.
c)   Dimensi Nilai-nilai
Adapun unsur-unsur dari Dimensi nilai-nilai meliputi :
1)      Makna hidup (the meaning of live), yakni nilai-nilai penting dan sangat berartibagi kehidupan pribadi seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah kegiatan-kegiatanya.
2)      Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan hidup yang ditetapkan.
3)      Kegiatan terarah (directed activities), yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupa pengembangan potensi-poteni pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya makna dan tujuan hidup.
                        Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakana dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani.[3]
3.      Sumber-sumber kebermaknaan hidup
Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapapun buruknya kehidupan tersebut. Makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam keadaan-keadaan yang menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya.
Tanpa bermaksud menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan makna hidup seseorang, dalam kehidupan ini terdapat tiga bidang kegiatan yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan dipenuhi. Ketiga nilai (values) ini adalah creative values, experience values, dan attitudional values.
a) Nilai-nilai kreatif (CreativeValues). Pendekatan nilai-nilai kreatif untuk menemukan makna hidup, yaitu dengan “bertindak”. Ini merupakan ide eksistensial tradisional, yaitu menemukan makna hidup dengan cara terlibat dalam sebuah proyek, atau lebih tepatnya terlibat proyek berharga dalam kehidupan.
b)      Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah satu contoh dari kegiatan berkarya.
c)  Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati kehidupan secara bermakna. Pekerjaan hanyalah merupakan sarana yang memberikan kesempatan untuk menemukan dan mengembangkan makna hidup; makna hidup tidak terletak pada pekerjaan, tetapi lebih bergantung pada pribadi yang bersangkutan, dalam hal ini sikap positif dan mencintai pekerjaan itu serta cara bekerja yang mencerminkan keterlibatan pribadi pada pekerjaan.
Nilai-nilai penghayatan (EksperientialValues) Melalui nilai-nilai penghayatan, yakni dengan cara memperoleh pengalaman tentang sesuatu atau seseorang yang bernilai bagi kita. Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih.
Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
Cinta kasih senantiasa menunjukkan kesediaan untuk berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya kepada orang yang dikasihi, serta ingin menampilkan diri sebaik mungkin di hadapannya.
            Erick Form, seorang pakar psikoanalisis modern, menyebutkan empat unsur dari cinta kasih yang murni, yakni perhatian (care), tanggung jawab (responsibility), rasa hormat (respect), dan pengertian (understanding).
a)  Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values) Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.
            Hal yang diubah bukan keadaannya, melainkan sikap (attitude) yang diambil dalam menghadapi keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan.           Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah terhadap hal-hal tragis yang tak mungkin dielakkan lagi dapat mengubah pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari penderitaan itu.
            Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi. Ini berarti bahwa dalam keadaan bagaimanapun arti hidup masih tetap dapat ditemukan, asalkan saja dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapinya.
                        Frankl menyebutkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui ketiga jalan. Pertama, memalalui apa yang kita berikan kepada hidup (nilai kreatif). Kedua, melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran, dan cinta-nilai penghayatan). Ketiga, melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa kita ubah.[4]
                        Selain ketiga sumber makna hidup diatas, H.D. Bastaman menambahkan sumber makna hidup yang keempat yaitu Nilai Penghargaan (Hopeful values). Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal-hal yang baik atau membawa perubahan yang baik dikemudian hari. Adanya keyakinan seperti ini mengandung tujuan mengarahkan seseorang untuk menemukan makna hidup (Bastaman, 2007).[5]
4.      Aspek-aspek makna hidup
            Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur tinggi-rendahnya makna hidup antara lain:
a)      Tujuan hidup, yaitu sesuatu yang menjadi pilihan, memberi nilai khusus dan dijadikan sebagai tujuan/sasaran dalam hidup.
b)      Kepuasan hidup, yaitu penilaian seseorang terhadap hidupnya, sejauh mana kepuasan terhadap aktivitas-aktivitas yang dijalankan.
c)      Kebebasan, yaitu perasaan mampu mengendalikan kebebasan hidupnya secara bertanggung jawab.
d)     Sikap terhadap kematian, yaitu bagaimana pandangan dan kesiapan seseorang dalam menghadapi kematian.
e)      Pikiran tentang bunuh diri, yaitu bagaimana pemikiran seseorang tentang masalah bunuh diri.
f)       Kepantasan hidup, yaitu pandangan seseorang mengenai apakah ia merasa sesuatu yang dialaminya pantas atau tidak.[6]
5.      Faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup
Logoterapi sebagai filsafat manusia dalam beberapa hal banyak kesamaan dan kesejalanan dengan pandangan filsafat yang lain. Pandangan logoterapi terhadap manusia adalah sebagai berikut:
a)  Manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-sosiokultural-spiritual.
b)  Manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawi dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimensi ini dimiliki manusia 16 tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c)  Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d)  Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.

6.      Karakteristik makna hidup
Dengan menyatakan bahwa manusia bertanggung jawab dan harus mewujudkan berbagai potensi makna hidup, Frankl ingin menekankan bahwa makna hidup yang sebenarnya harus ditemukan di dalam dunia dan bukan di dalam batin atau jiwa orang tersebut.
Dia membuat istilah khusus untuk menggambarkannya, yaitu ”transendensi diri” dalam keberadaan manusia” (the self transcendence of human existence). Terdapat karakteristik makna hidup  yang diungkapkan oleh Frankl yaitu :
a)      Makna hidup itu sifatnya “unik” dan “personal”. Artinya, apa yang dianggap berarti oleh seseorang belum tentu berarti bagi orang lain. Bahkan mungkin, apa yang dianggap penting dan bermakna saat ini belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat yang lain.
b)      Makna hidup adalah “spesifik” dan “nyata”. Artinya makna hidup bukan sesuatu yang khayal, melainkan makna hidup dapat ditemukan pada segala kondisi. Makna hidup juga tidak perlu sesuatu yang serba abstrak ataupun idealis, melainkan dapat ditemukan dalam pengalamanpengalaman yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
c)      Makna hidup memberikan pedoman dan arah pada kegiatan yang dilakukan.
d)     Makna hidup diakui sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, sempurna dan paripurna. Yang disebut dengan The Ultimate Meaning of Life.
Seseorang yang tidak menemukan makna hidup akan mengalami sindroma ketidak bermaknaan (syndrom of meaninglessness). Sindroma ini terdiri dari dua tahapan yaitu kevakuman eksistensi (existential vacum) dan neurosis noogenik.

7.      Pengertian lansia
Seseorang dikatakan usia lanjut bila seseorang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi biologis, psikologis, dan sosial. Hasil penelitian memberikan penjelasan definisi lansia bahwa seseorang dikatakan lansia bukan hanya dari kronologis usianya tetapi menunjukkan tugasnya sebagai orang tua itu juga sudah terpenuhi.[7]
Usia lanjut merupakan fase lanjut dan akhir dari perjalanan hidup manusia dan dalam fase ini terjadi proses menua yang bersifat regresif. Proses menua ini mempunyai empat sifat penting, yaitu menyeluruh, bertahap, degenerasi, dan kegagalan.
            Menurut Bernice Leugarten yang dikutip Matindas, usia lanjut dibagi menjadi usia lanjut muda ( 55- 75 tahun ), yaitu pada saat seseorang resmi pensiun tetapi masih aktif dan bersemangat dan usia lanjut tua ( > 75 tahun ). Dalam hal ini Levinson dan kawan-kawan, seperti dikutip Matindas ( 1994 ), membagi lagi usia lanjut muda ke dalam tiga tahapan : usia lanjut peralihan awal ( 50-55 tahun ), peralihan menengah ( 55-60 tahun ), usia lanjut peralihan akhir ( 60-65 tahun ), dan usia lanjut tua ( > 65 tahun ).[8]
8.      Karakteristik lansia
Menurut Bustan  terdapat beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mendeteksi masalah-masalah yang dialami lansia antara lain:
a)      Jenis kelamin; lansia lebih banyak wanita dari pada pria
b)      Status perkawinan; status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi
c)      Living arrangement; keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal bersama anak atau keluarga lainnya
d)     Kondisi kesehatan; pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
e)      Keadaan ekonomi; pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia dapat terpenuhi.[9]
1.      Perubahan yang dialami lansia
a)      Perubahan fisik – biologi
            Perubahan fisik pada lansia lebih banyak ditekankan pada penurunan atau berkurangnya fungsi alat indera dan sistem saraf mereka seperti penurunan jumlah sel dan cairan intra sel, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem endokrin dan sistem musculoskeletal. Perubahan-perubahan fisik yang nyata dapat dilihat membuat lansia merasa minder atau kurang percaya diri jika harus berinteraksi dengan lingkungannya (Santrock, 2002).

b)  Perubahan psikis
            Perubahan psikis pada lansia adalah besarnya individual differences pada lansia. Lansia memiliki kepribadian yang berbeda dengan sebelumnya. Penyesuaian diri lansia juga sulit karena ketidakinginan lansia untuk berinteraksi dengan lingkungan ataupun pemberian batasan untuk dapat beinteraksi (Hurlock, 1980). Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
c)  Perubahan sosial
            Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia.
d)     Perubahan kehidupan keluarga
            Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam hal keuangan. Lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi. Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.[10]

2.      Tugas perkembangan lansia
            Havighurst mengatakan bahwa apabila lansia merasa gagal dalam menyelesaikan tugas perkembangan maka dapat menyebabkan rasa tidak bahagia, tidak puas, dan putus asa. Sesuai dengan hal tersebut.
Tugas-tugas perkembangan lansia adalah menyesuaikan diri dengan masa tua dan berkurangnya penghasilan keluarga, menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup, membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan, serta menyesuaikan diri dengan peranan sosial secara fleksibel.
Lansia ditandai oleh adanya integritas ego atau kepuasan, integritas ego pada Lansia ditunjukkan dengan kebijaksanaan dalam menerima kehidupan yang dijalaninya tanpa penyesalan dan tanpa mengeluh.[11]
   G.    METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.[12]
Oleh karena itu suatu penelitian memerlukan sebuah metode untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian. Penelitian dilakukan untuk mengolah dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode tertentu, untuk mencari jawaban dari permasalahan yang dihadapi agar pelaksanaan penelitian dapat berjalan. Pada kesempatan kali ini peneliti akan menggunakan metode penelitian kulalitatif.


1.      PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Pada kesempatan kali ini peneliti melakukan pendekatan penelitian dengan jenis penelitian kualitatif. Adapun istilah penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Meleong, mendefinisikan metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Sejalan dengan definisi tersebut di atas, Kirk dan Miller dalam Moleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Dari kajian tentang definisi-definisi tersebut dapatlah disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh sabjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holostik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,pada suatu konteks khususnya yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[13]
2.      LOKASI PENEITIAN ( ALASAN PEMILIHAN LOKASI )
Pada kesempatan kali ini peneliti akan melakukan penelitian di Dinas Sosial UPT Pelayanan Sosial Tresna Werdha Magetan yang beralamatkan di Jl. Batoro Katong 14, Telp. (0352) 481940 Ponorogo 63411.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup dan faktor – faktor yang mendorong lansia dalam memperoleh  kebermaknaan hidup serta mengetahui pentingnya nilai kebermaknaan hidup bagi lansia yang tinggal di pati jompo, karena menurut peneliti niai – nilai tersebut mempunyai makna yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup lansia supaya kehidupan lansia dipenuhi dengan kebahagiaan.
3.      DATA DAN SUMBER DATA
Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong “ sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain – lain.[14]Sumber data merupakan asal informasi yang diperoleh dalam kegiatan penelitian. Jika pengumpulan data ini menggunakan metode wawancara maka sumber data yang di peroleh berasal dari narasuber, dan apabila menggunakan metode observasi atau pengamatan maka sumber data yang diperoleh berasal dari hasil hasil observasi atau pengamatan berupa gerak, benda atau proses sesuatu. Apabila menggunakan metode dokumentasi maka data yang diperoleh berasal dari catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang.
Dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh oleh peneliti berupa data primer dan sekunder. Data primer berupa kata – kata yang diperoleh dari wawancara dengan informan atau narasumber yang telah ditentukan yang berkaitan dengan upaya panti jompo dalam membantu lansia menemukan kebermakna hidup. Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data jumlah lansia, foto profil dan kegiata lansia yang ada di panti tresna werdha magetan.
4.      TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam proses pengumpulan data ini, peneliti menggunakan prosedur pengumpulan data sebagai berikut :
a)      Metode observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis (Arikunto). Menurut Kartono pengertian observasi ialah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memerhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan memepertimbangkan hubungan partisipatif dalam fenomena tersebut.[15] Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah sebuah metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dan merekamnya dalam bentuk catatan-catatan.[16]
b)      Metode wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.[17]
Menurut Kartono dalam Imam Gunawan wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan Tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik.
Dalam metode ini terdapat dua tipe wawancara yaitu: wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan metode wawancara tidak terstruktur yang mana metode ini bersifat lebih luwes dan terbuka. Wawancara ini dilakukan secara alamiah untuk menggali ide dan gagasan informan secara terbuka dan tidak menggunakan pedoman wawancara.
c)      Metode dokumentasi
Kata dokumen seringkali digunakan para ahli, dalam dua pengertian, yaitu: pertama, sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan tertulis dan petilasan-petilasan arkeologis. Kedua, diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara. Gottschalk menyatakan bahwa dikumentsi dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
Sugiyono menyatakan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental dari seseorang.
Berdasaekan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dokumentasi merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tulisan, film, gambar (foto) dan karya-karya monumental yang semuanya itu memberi informasi bagi proses penelitian.[18]
5.      TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Dalam mengelola data ada beberapa prinsip praktis yang harus dilakukan peneliti kualitatif, yaitu;
a)      Kerahasiaan dan kenyamanan
Peneliti harus mempertimbangkan kerahasiaan dan kenyamanan responden yang sedang diwawancarai. Pikirkan tentang stigmatisasi orang lain, penghinaan, trauma tambahan, serta keamanan peneliti sendiri. Temukanlah pribadi yang tepat dan dapat bekerjasama dengan baik demi validitas data.
b)      Rekaman wawancara
Peneliti dapat menggunakan rekaman dalam proses wawancara, jika keputusan ini diambil, sebaiknya peneliti memperoleh ijin dari responden. Peneliti perlu menjelaskan alasan merekam mereka adalah untuk membantu peneliti agar dapat mencatat pendapat responden dengan benar. Jika responden menolak rekaman maka sebaiknya peneliti menghormati keberatan mereka.[19]
6.      TEKNIK ANALISIS DATA
Menurut (Bogdan & Biklen) analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Menurut (seiddel ) analisis data kualitatif posesnya berjalana sebagai berikut:
a)      Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
b)      Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
c)      Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-teman umum.
Selanjutnya menurut Janice McDrury tahap analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:
a)      Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data.
b)      Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data.
c)      Menuliskan ‘model’ yang ditemukan
d)     Koding yang telah dilakukan.[20]
7.      PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN
Dari beberapa cara menentukan keabsahan data dalam upaya mendapatkan data yang valid peneliti menggunakan salah satu cara yaitu kredibilitas yang antara lain sebagai berikut :
a)      Perpanjang pengamatan
Perpanjangan pengamatan disini berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dalam perpanjangan pengamatan ini untuk menguji kredibilitas data penelitian, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh.
b)  Ketekunan/keajegan pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi dengan berbagai macam cara dalam kaitan dengan proses analisi yang konstan atau tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat diperhitungkan. Keajegan pengamatan ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c)  Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Menurut Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, penyidik, metode, dan teori.
1)      Triangulasi sumber
Triangusasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan arah yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
2)      Triangulasi metode
Triangulasi dengan metode terdapat dua strategi, yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan 2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
3)      Triangulasi teori
Menurut Lincoln dan Guba berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dipihak lain Patton berpendapat bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding.
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu setudi sewaktu mengumpulkan data berbagai kejadian dan hubunga dari berbagai pandangan.[21]




DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Anggrlany Neneng, Rifk.a Annisa Yogyakarta, Motif Sosial Dan Kebermaknaan Hidup Remaja Pagar Alam, file:///C:/Users/ex/Downloads/282-16413-1-PB.pdf.
Akbar Sukma Noor, Hubungan Psychological Well-Being Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Werdha Budi Sejahtera, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km 36,00 Banjarbaru Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia Email : snakbar@unlam.ac.id.
Diniari Sri Ni Ketut, SpKJ, Logoterapi Sebuah Pendekatan Untuk Hidup Bermakna, Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian/Smf Ilmu Kedokteran Jiwa Fk Unud Rsup SanglahDenpasar2017,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4a7b05ea0424947f333e883c8b093742.pdf.
Ermawati, Shanty Sudarji, Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia, Vol. 6 No. 1 April 2013 PSIBERNETIKA, file:///C:/Users/ex/Downloads/513-1893-1-PB%20(4).pdf.
Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: Bumi Aksara, 2015.
Lubis Marliana Siska, Sri Maslihah, Analisis Sumber-Sumber Kebermaknaan Hidup Narapidana Yang Menjalani Hukuman Seumur Hidup, Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung s_maslihah@yahoo.com, file:///C:/Users/ex/Downloads/5146-11280-1-SM.pdf.
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2016.
Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2015.
Prabasari Ninda Ayu; Linda juwita ; Ira Ayu Maryuti,  Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Di Rumah (Studi Fenomenologi), Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Jl. Raya Kalisari Selatan no. 1 Pakuwon City Surabaya, Jurnal Ners LENTERA, Vol. 5, No. 1, Maret 2017, nindaayu@ukwms.ac.id.
Rosyidi Hamim, Religiusitas dan Kebermaknaan Hidup Menjelang Masa Pensiun, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 05, No. 01, 2015.
Ramdani, Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 1-21, Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasinya Dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Division of Counseling and Guidance, University, of Riau Kepulauan, Batam.
Sumanto, Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup Sumanto Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006, file:///C:/Users/ex/Downloads/7490-13237-1-SM%20(1).pdf.
Santoso Marisa Reni, Stefani Virlia Wijaya, Gambaran Makna Hidup Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha, Vol. 7 No. 1 April 2014 PSIBERNETIKA
Suhandoyo Sigit, Metode Penelitian Kualitatif , 15, file:///C:/Users/ACER/Downloads/DOWNLOAD/Metodologi_Penelitian_Kualitatif.pdf,




[1]Neneng Anggrlany, Rifk.a Annisa Yogyakarta, Motif Sosial Dan Kebermaknaan Hidup Remaja Pagar Alam, file:///C:/Users/ex/Downloads/282-16413-1-PB.pdf, diakses pada 02 Desember 2019, Pukul 21 : 09 WIB.
[2]Sumanto, Kajian Psikologis Kebermaknaan Hidup Sumanto Buletin Psikologi, Volume 14 Nomor 2, Desember 2006, file:///C:/Users/ex/Downloads/7490-13237-1-SM%20(1).pdf, diakses pada 02 Desember 2019, Pukul 21 : 01 WIB.
[3]Hamim Rosyidi, Religiusitas dan Kebermaknaan Hidup Menjelang Masa Pensiun, Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 05, No. 01, 2015, Hlm. 67 – 92, diakses pada 03 Desember 2019, Pukul 13 : 34 WIB.
[4]Siska Marliana Lubis, Sri Maslihah, Analisis Sumber-Sumber Kebermaknaan Hidup Narapidana Yang Menjalani Hukuman Seumur Hidup, Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung Jl. Dr. Setiabudi 229 Bandung s_maslihah@yahoo.com, file:///C:/Users/ex/Downloads/5146-11280-1-SM.pdf, diakses pada 02 Desember 2019, Pukul 21 : 46 WIB.
[5]dr. Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ, Logoterapi Sebuah Pendekatan Untuk Hidup Bermakna, Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bagian/Smf Ilmu Kedokteran Jiwa Fk Unud Rsup Sanglah Denpasar2017,https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4a7b05ea0424947f333e883c8b093742.pdf, diakses pada 02 Desember 2019, Pukul 23 : 36 WIB.
[6]Marisa Reni Santoso, Stefani Virlia Wijaya, Gambaran Makna Hidup Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Werdha, Vol. 7 No. 1 April 2014 PSIBERNETIKA, diakses pada 03 Desember 2019, Pukul 14 : 58 WIB.

[7]Ninda Ayu Prabasari P; Linda juwita ; Ira Ayu Maryuti,  Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia Di Rumah (Studi Fenomenologi), Fakultas Keperawatan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Jl. Raya Kalisari Selatan no. 1 Pakuwon City Surabaya, Jurnal Ners LENTERA, Vol. 5, No. 1, Maret 2017, nindaayu@ukwms.ac.id, diakses pada 03 Desember 2019, Pukul 17 : 49 WIB.
[8]Sukma Noor Akbar, Hubungan Psychological Well-Being Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Kematian Pada Lansia Di Panti Werdha Budi Sejahtera, Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km 36,00 Banjarbaru Kalimantan Selatan, 70714, Indonesia Email : snakbar@unlam.ac.id, diakses pada 04 Desember 2019, Pukul 00 : 59 WIB.
[9]Ermawati, Shanty Sudarji, Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut Usia, Vol. 6 No. 1 April 2013 PSIBERNETIKA, file:///C:/Users/ex/Downloads/513-1893-1-PB%20(4).pdf, diakses pada 04 Desember 2019, Pukul 01 : 13 WIB.

[11]Ramdani, Jurnal KOPASTA, 2 (2), (2015) 1-21, Kontribusi Kecerdasan Spiritual dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepuasan Hidup Lansia Serta Implikasinya Dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Division of Counseling and Guidance, University, of Riau Kepulauan, Batam, diakses pada 04 Desember 2019, Pukul 00 : 36 WIB.
[12] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2016), 3.
[13] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2014), 4 – 6.
[14] Ibid., 157
[15] Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 143.
[16] http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4041/4/BAB%20III.pdf, dikases pada 16 Desember 2019, pukul 19 : 59 WIB.
[17] Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2016), 186
[18] Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), 175 – 178.
[19]Sigit Suhandoyo, Metode Penelitian Kualitatif , 15, file:///C:/Users/ACER/Downloads/DOWNLOAD/Metodologi_Penelitian_Kualitatif.pdf, diakses pada 17 desember 2019, Pukul 21 : 43 WIB.
[20]Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2016), 248.
[21] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2016), 329 – 332.

2 comments:

Pengertian Memori atau Ingatan - Psikologi Pendidikan