PSIKOLOGI KELUARGA
_____________________________________________________________________________
BAB
I
KONTROVERSI
PERANAN AYAH
(Beberapa
Teori Keayahan & Memahami Peran Ayah)
Ilmu psikologi dalam sejarahnya
hampir tidak pernah mengulas secara khusus masalah keayahan (fatherhood). Malah
cenderung mengabaikannya. Posisi ayah akhirnya menjadi tidak begitu menarik dan
penting dalam setiap urain ilmu psikologi. Ilmu psikologi menyebut peran ayah
sebagi fungsinya sebagai orang tua, tetapi sebaliknya sangat menekankan
pentingnya tokoh ibu dalam perkembangan anak.
Bahkan dikalangan antropologi timbul
peninilaian sinis yang mengabaikan peranan ayah. Ada yang secara ekstrim
menyatakan, seorang ayah memang
dibutuhkan dalm kehidupan keluarga, tetapi pada kenyataannya ayah itu lenih
sering menjadi sumber petaka sosial. Lebih-lebih karena ayah sepertinya condong
menelantarkan dan kurang memperhatikan proses pertumbuhan serta perkembangan anak
hasil perkawinannya. Secara klasik, ayah digambarkan sebagai orang yang tidak
pernah ikut terlibat langsung dalam pemeliharaan anak. Ketika anaknya lahir, ia
hanya berada diluar kamar bersalin. Ia paling enggan menggantikan popok atau
menghangatkan botol susu. Seluruh tanggung jawab dari menggendong, membersihkan
tempat tidur dan memberikan makan kepada anak dibebankan pada istrinya.
Berbagai aktifitas dan kesibukan seorang ibu pada awal kehidupan anak
menempatkan tokoh ibu jauh lebih penting di bandingkan ayah dalam kehidupan
anak.
Dalam ilmu sosiologi, tema keayahan
merupakan salah satu objek peenelkitian yang baru oleh karena itu, banyak
permasalahan yang belum dapat dijawab dengan tuntas dan masih perlu penelitian
lanjutan. Tetapi kiranya disini sudah cukup apabila kita mampu menyingkirkan
mitos lama tentang keayahan.
Menurut freud, tentang teori
perkembangan sosial seseorang sngan ditentukan oleh pengalam masa
kanak-kanaknya,dan tingkat pemuasan pada masa kanak-kanak akan sangat memperuhi
tingkah laku seseorang dikemudian hari. Dan dia berpendapat bahwa hubungan sang
anak dengan ibunya sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi, dan
sikap-sikap sosial dikemudioan hari.
Dimata freud peran ayah itu tidak diperhitungkns. Ayah tidak punya
pengaruh bagi perkembangan anak, freud menekankan bahwa perabnan ayah itu baru muncul pada tahap akhir masa anak-anak. Para pengkiut aliran freud,
menyetujui pentingan peranan ibu pada masa bayi dan kanak-kanak. Ibulah tokoh
utama dalam sosialisasi anak.
Kemudia muncul teori-teori baru
yang mencoba meninjau kembali keberadaan pemikiran freud. Robert Sears dan
Johns Whitting misalnya mencoba kembali penelitian Freud dan kemudian dikaitkan
dengan teori belajar modeern. Kedua psikolog ini berpendapat, anak-anak itu dapat
memperoleh kepuasaan apabila dorongan-dorongan biologis dasar seperti lapar dan
haus itu diatasi. Dalam soal ini seoranmg ibu memeng mudah dilihat berperan
penting bagi seorang anak terutama karena selalu menyuapkan makanan kepada
anaknya. Sebaliknya seorang ayah biasanya kurang terlibat dalam memberi makan
anak. Tetapi tidak bisa begitu saja dapat disimpulkan ayah kurang berperan
dalam perkembangan anak.
Dizaman modern ini, sudah banyak
sekali teori tentang keayahan, yang tidak kalah dengan berbagai analisis dengan
keibuan. Keduanya memang sama pentingnya, tetapi sorot terhadap peran keayahan
itu masih tergolong baru, maka banyak timbul pertanyaan untuk menjawabnya.
Blanchard dan Biller mencoba membandingkan empat kelompok anak dalam kemampuan
akademiknya. Yang tebagi diantaranya anak di tinggal sebelum usia 5 tahun,
setelah 5 tahun tidak dekat dengan ayahnya dan kelompok dengan anak yang dekat
dengan ayahnya.
Dalam kelompok anak yang ditinggal
ayahnya sebelum usia 5 tahun kemampuan akademiknya menurun dibanding dengan
ayahnya teribat penuh dalam perkembangannya. Dari hasil penelitian itu. Lalu
timbul pertanyaan bagaimana sebaiknya peranan ayah dalam perkembangann anak.
Tidak diragukan lagi bahwa ayah itu
berperan penting dalam perkembangan
anaknya secara langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak bahasa,
berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Arah juga dapat mengatur serta
mengarahkan aktivitas anak. Misalnya mengarahkan anak bagaimana cara menghadapi
lingkungannya dan situasi luar rumah. Ia memberi dorongan, membiarkan anak
mengenal lebih banyak, melangkah lebih jauh, menyediakan perlengkapan permainan
yang menarik, mengajar mereka membaca, mengajak anak untuk memperhatikan
kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik diluar rumah, serta mengajak anak
berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah(orang tua) untuk memperkenalkan
anak dengan lingkungan hidupnya dan dapat mempengaruhi anak dalam menghadapi
perubahan sosial dan membantu perkembangan kognitifnya di kemudian hari.
Semua kenyataan itu menggambarkan
betapa pentingnya hubungan hangat antara suami istri dan hubungan orang tua
dengan anak dalam kehidupan keluarga serta keintiman hubungan antara anggota
keluarga, ayah, ibu, anak akan sangat mempengaruhi kehangatan hidup keluarga.
Dan satu hal yang perlu disadari bahwa keluarga itu tidak boleh mengisolasikan
diri dengan masyarakat sekitar. Keluarga
adalah bagian kecil dari suatu komunitas sosial. Keluarga berkomunikasi dengan
tetangga, masyarakat, beserta kebudayaan.
BAB
II
CALON
AYAH DAN KETIKA ISTRI HAMIL
Menjadi seorang
ayah bukanlah sesuatu yang tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang. Pertama,
ia harus mengenal dan memahami berbagai tuntutan ,dan juga suka duka kehidupan
keluarga baru. Kemudian harus menentukan bersama istrinya untuk memiliki anak
sendiri atau tidak. dan apakah perlu mengambil anak angkat. Semua ini adalah
persoalan awal yang dihadapi calon ayah dan ibu. Bila ingin menghendaki anak
misalnya, maka perlu di persiapkan bagi kehamilan bukan hanya urusan istri
saja. Dari uraian didepan, kita sudah mengenal bagaimana pentingnya peran
seorang ayah.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan ketika istri Hamil:
1.
Kehamilan
Tanggung Jawab Keluarga
2.
Memberi
Dukungan Emosional
3.
Bagaimana
mengasuh anak yang lain
4.
Pengaruh
kehadiran Ayah waktu istri Bersalin
5.
Bagaimaa peran
ayah ketika Ibu Operasi Caesar
Jadi, masa
hamil adalah masa yang penuh penghargaan dan perenungan bagi suami istri. Maa
ini tidaklah cukup dialami kaum istri saja, masa ini melibatkan berbagai pihak.
Ayah tidak hanya memikirkan bagaimana menyenangkan istrinya yang hamil, tetapi
harus bisa berbuat lebih dari itu.
BAB
III
PERKEMBANGAN
INTELEGENSI BAYI DAN ANAK
Dalam
perkembangan intelegensi anak, bagaimanakah posisi ayah dalam mengatur
lingkungan untuk mendorong perkembangan intelegensi anak yang baik? Tokoh ayah
mampu melakukan cara terbaik dengan memberikan stimulus dan dorongan kepada
bayi. Mereka selalu bercita-cita supaya anaknya maju dalam pelajaran sekolah.
Mereka dapat menganjurkan bidang studi mana yang lebih baik untuk dipelajari
bahkan menentukan jenis pelajaran yang harus ditekuni anaknya. Apakah anak
lebih suka satra, matematika, ata bercita-cita menjadi seorang ahli ilmu alam
atau menjadi ahli mesin. Maka orang tua khususnya ayah akan mempengaruhinya dan
mendorongnya.
·
Ayah dan Ibu
Mempengaruhi Anak Sejak Awal
Numerous dalam studinya memperlihatkan, bahwa bayi itu membutuhkan
rangsangan sosial pada saat muncul dan mulai berkembang segi kognitif. Contoh
klasik telah digambarkan bagaimana pentingnya rangsangan ini, yang dilakukan
melalui observasi pada kelompok anak yatim piatu atau anak pungutan di lembaga
yatim piatu. Anak-anak biasanya diharuskan menjaga kebersihan ruang tidur
masing-masing. Mereka hanya punya waktu sedikit untuk bersama dengan para
pengasuhnya. Mereka kurang melakukan kontak dengan orang lain menyebabkan
perkembangan mental anak-anak ini kerdil.
Maka dari itu, dalam situasi normal ayah dan ibu, barbagai variasi bentuk dan besar
kecilnya stimulus dapat mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Leon
Yarrow, Judy Rubinstein, dan Frank
pedersen menemukan bahwa besar kecilnya dan berbagai variasi bentuk
stimulus-seperti sikap membelai, mengajar berbicara, menarik perhatian, dan
bentuk stimulus yang lain sudah dapat diterima secara positif oleh anak berusia
lima bulan. Seperti yang telah di jelaskan di atas tadi bahwa perkembangan
respon sosial bayi, paa saat berbicara, membelai, adalah sesuatu yang penting.
·
Dorongan dan
pengaruh Ketidak Hadiran Ayah.
Pengaruh ayah terhadap perkembangan intelektual anak tidaklah
berakhir pada masa kanak-kanak saja. Penelitian terhadap dua kelompok anak,
yang berusia besar dan ank yang berusia kecil dilakukan. Penelitian ini ingin
mengetahui akibat ketidak hadiran seorang ayah pada perkembangannya. Bagaimana
dampak pada perkembangan kognitifnya. Salah satu hasil dari pengamatan ini
bahwa ayah mempengaruhi dua kelompok umur ini dan mempengaruhi perkembangan
kognitif mereka.
Tingginya perhatian seorang ayah dapat dijadikan model bagi ana
dalam ketekunan, motivasi untuk berprestasi. Ayah dapat dianggap contoh
keberhasilan bagi anak laki-laki di lingkungan yang lebih luas. Bila anak
mempunyai banyak kesempatan untuk mengamati dan meniru sikap yang sesuai pada
ayahnya, ini membantu perkembangn terutama kemampuan menyelesaikan masalah.
Meski demikian, tidak otomatis keterlibatan ayah itu meningkatkan
keintelekualan anak. Dan masalah ketidak hadiran bukanlah satu-satunya penyebab
menurunya kemampuan akademik anak.
BAB
IV
PERCERAIAN
DAN DAMPAKNYA PADA ANAK
Kasus perceraian sering di anggap suatu peristiwa tersendiri dan
menegangkan dalam kehidupan keluarga. Tetapi, peristiwa ini sudah menjadi
bagian kehidupan dalam masyarakat. Kita boleh mengatakan bahwa kasus itu bagia
dari kehidupan m,asyarakat tetapi yang menjadi pokok masalah yang perlu
direnungkan, bagaimanakan akibat dan
pengaruhnya terhadap diri anak.?
A.
Perceraian dan
pengaruhya terhadap perkembangan anak
Hetherington mengadakan penelitian terhadap anak-anak usia 4 tahun
pada saat kedua orang tuanya bercerai. Penelitia ini menyelidiki apakah kasus
perceraian itu akan membawa pengaruh bagi anak usia dibawah 4 tahun dan di atas
4 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa kasus perceraian itu akan membawa trauma
pada setiap tingkat usia anak, meski dengan kadar berbeda.
Kelompok anak yang sudah menginjak usia besar pada saat terjadinya
kasus perceraian memberi reaksi lain. Kelompok anak ini tidak lagi menyalahkan
diri sendiri. Tetapi memiliki sedikit perasaan takut karena perubahan situasi
keluarga dan cemas karena di tinggalkan salah satu orang tuanya. Dan ketika
anak menginjak usis remaja, anak sudah mulai memahami seluk-beluk arti
perceraian. Mereka memahami, apa akibat yang bakal terjadi dari peristiwa itu.
Mereka menyadari masalah-masalah yang bakal muncul, soal ekonomi, sosial, dan
faktor-faktor lainnya.
Juth Wallerstein dan Joan Kelly meneliti 60 keluarga yang mengalami
kasus perceraian di kalifornia. Peneliti menemukan bahwa anak usia belum
sekolah akan lebih mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri menghadapi
situasi yang baru. Sedangkan anak usia remaja dilaporkan mereka mengalami
trauma yang mendalam. Tetapi 44% anak-anak usia belum sekolah itu
perlahan-lahan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru itu.
B.
Bila Anak Di
Bawah Asuhan Ibu
Dalam penelitian ini hetherington berusa menjawab teka-teki yang
berkaitan kasus perceraian, hasilnya, peristiwa perceraian itu berdampak pada
ayah ibu dan anak. Menimulkan ketidak stabilan emosi, mengalami rasa cemas,
tertekan, dan sering rasa marah-marah. Dalam hal ini pihak ibulah yang paling pahit
merasakannya. Mereka merasa tertekan lebih berat, dan pengaruhnya lebih lama,
pengaruhnya lebih lama pengaruhnya ibu yang mengasuh anak laki-laki. Malah
setelah 2 tahun berlalu, ibu ini masih
merasa kurang mampu, merasa cemas, dan masih trauma dibandingkan dengan ibu
yang mengasuh anak putri.
Hetherington menemukan bahwa konflik keluara itu menimbulkan
pengaruh kepada sikap bermain anak. Pengaruh sampingan lain adalah terganggunya
pegaulan dengan teman sebaya. Akibat yang lebiuh jauh lagi, dapat menjadi
alasan penting terhadap perkembanga anak.
C.
Sejauh Mana
Peran Ayah Terhadap Anak di bawah Asuhan Ibu
Meski dalam kasus perceraian kaum ibu cenderung mengambil alih
mengasuh anak, perasan ayah tetap penting. Hetherington menemukan bahwa pada
tahap awal perceraian, ayah selalu menhgujungi anak-anaknya. Sama seperti
situasi sebelum perceraian bahkan cenderung lebih sering. Setelah 2 bulan
berlalu pengaruh ayah itu masih ada. Meski
lambat laun kontak ini akan bergerak menurun.
D.
Bila Anak di
Bawah Asuhan Ayah
Dalam peristiwa perceraian itu kadang-kadang ayah mengambil alih
tanggung jawab mengasuh anak. Pilihan ini dianggap sebagai suatu kekecualian
dari kebiasaan. Dalam hal ini ada satu
hal yang menarik pada seorang ayah, ayah seperti ini biasanya berasal dari
keluarga yang pada masa mudanya lebih dekat dengan ibunya/ kedua orang tuanya.
Sebaliknya, kelompok ayah yang tidak mengambil resiko dalam kasus ini adalah
mereka yang tidak dekat dengan kedua orang tuanya.
E.
Ayah Tiri
Bagi anak –anak yang masih kecil,kehadiran ayah tiri dapat
menciptakan ketegangan, tetapi pada tahap permulaan saja. Satu masalah utama
yakni hanya sedikit ayah tiri memperlihatkan hubungan yang akrab dengan anak
tirinya. Antara ank tiri dan ayah tiri masih ada perasaan curiga tetapi
munculnya perasaan ini pada tahap awal saja. Karena persoalan ini, banyak ayah
tiri berusaha menyesuaikan diri dan
berperan sebagai ayah yang sesungguhnya.
·
REVOLUSI PERAN
AYAH
Beberapa
sejarahwan bahwa kecilnya peran ayah terhadap anaknya sama sekali bukan sebagai
akibat perbedaan biologis. Perubahan pandangan ini mulai berkembang semenjak
revolusi industri. Pola pikiran tradisional yang membedakan siapa yang bekerja
diluar rumah dan siapa dirumah. Sejalan denga itu inspirasi wanita tentang
perannya mulai berkembang.
Kemajuan
teknologi barang kali membawa arti berkurangnya pemakaian tenaga manusia karena
diganti dengan mesi-mesin modern. Maka ada dua konsekwensi dari kemajuan ini.
Pertama, kaum pria menjadi memiliki waktu banyak terluang. kedua, perbedaan
antara tempat kerja dan rumah sudah tidak menjadi jelas. Kemajuan modern ini
cenderung mendekatkan waktu dan tempat. Ada perkiraan, kaum wanita akan
menekuni karya rangkap. Pertama ia bercita-cita berprestasi dalam pekerjaan,
namun ia juga ingin bertanggung jawab atas pengasuhan anak.
KESIMPULAN
BAB I
KONTROVERSI
PERANAN AYAH
(Beberapa
Teori Keayahan & Memahami Peran Ayah)
Ilmu psikologi dalam sejarahnya
hampir tidak pernah mengulas secara khusus masalah keayahan (fatherhood). Malah
cenderung mengabaikannya. Posisi ayah akhirnya menjadi tidak begitu menarik dan
penting dalam setiap urain ilmu psikologi. Ilmu psikologi menyebut peran ayah
sebagi fungsinya sebagai orang tua, tetapi sebaliknya sangat menekankan
pentingnya tokoh ibu dalam perkembangan anak.
BAB II
CALON AYAH DAN
KETIKA ISTRI HAMIL
Hal-hal
yang perlu diperhatikan ketika istri Hamil:
a.
Kehamilan
Tanggung Jawab Keluarga
b.
Memberi
Dukungan Emosional
c.
Bagaimana
mengasuh anak yang lain
d.
Pengaruh
kehadiran Ayah waktu istri Bersalin
e.
Bagaimaa peran
ayah ketika Ibu Operasi Caesar
BAB III
PERKEMBANGAN
INTELEGENSI BAYI DAN ANAK.
·
Ayah dan Ibu
Mempengaruhi Anak Sejak Awal
·
Dorongan dan
pengaruh Ketidak Hadiran Ayah.
BAB IV
PERCERAIAN DAN
DAMPAKNYA PADA ANAK
1.
Perceraian dan
pengaruhya terhadap perkembangan anak
2.
Bila Anak Di
Bawah Asuhan Ibu
3.
Sejauh Mana
Peran Ayah Terhadap Anak di bawah Asuhan Ibu
4.
Bila Anak di
Bawah Asuhan Ayah
5.
Ayah Tiri
·
REVOLUSI PERAN
AYAH
Beberapa
sejarahwan bahwa kecilnya peran ayah terhadap anaknya sama sekali bukan sebagai
akibat perbedaan biologis. Perubahan pandangan ini mulai berkembang semenjak
revolusi industri. Pola pikiran tradisional yang membedakan siapa yang bekerja
diluar rumah dan siapa dirumah. Sejalan denga itu inspirasi wanita tentang
perannya mulai berkembang.
Kemajuan
teknologi barang kali membawa arti berkurangnya pemakaian tenaga manusia karena
diganti dengan mesi-mesin modern. Maka ada dua konsekwensi dari kemajuan ini.
Pertama, kaum pria menjadi memiliki waktu banyak terluang. kedua, perbedaan
antara tempat kerja dan rumah sudah tidak menjadi jelas. Kemajuan modern ini
cenderung mendekatkan waktu dan tempat. Ada perkiraan, kaum wanita akan menekuni
karya rangkap. Pertama ia bercita-cita berprestasi dalam pekerjaan, namun ia
juga ingin bertanggung jawab atas pengasuhan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Save M. Dagun, Psikologi Keluarga,
Jakarta, Tineka Cipta, Cet. 2, 2002