Sunday, 29 September 2019

KONTEKS ADAT (SIYÂQ URFI) dalam AL-QUR’AN



KONTEKS ADAT (SIYÂQ  URFI) DALAM AL-QURAN

      A.    PENGERTIAN URF
Menurut bahasa, urf  berarti sesuatu yang dikenal. Menurut istilah ialah segala sesuatu yang telah dikenal dan menjadi kebiasaan manusia baik berupa ucapan, perbuatan, atau tidak melakukan sesuatu.[1]

      B.     SIYÂQ  URFI.

tbös%ur Îû £`ä3Ï?qãç/ Ÿwur šÆô_§Žy9s? ylŽy9s? Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# 4n<rW{$#  ÇÌÌÈ  
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jjahiliyah  yang dahulu....(Q.S Al-Ahzab: 33)

Ayat ini ditujukan kepada istri-istri Rasulullah yang dikaitkan dengan tradisi zaman jahiliyah sebelum datang Islam, yaitu seperti yang dikemukakan dalam tafsir Asy-Sya’rawi dan Attabary, para hamba sahaya perempuan kerapkali sengaja keluar rumah dengan penampilan tidak senonoh serta pakaian yang sangat minim, dengan maksud membangkitkan berahi lawan jenis. 
 Dengan mengetahui tradisi seperti ini, pembaca segera memahami bahwa kata (  n<rW{$# Ïp¨ŠÎ=Îg»yfø9$# ) tidak menunjukakan adanya beberapa periode zaman jahiliyyah, melainkan satu zaman jahiliyyah yang dikenal dalam sejarah sebelum datangnya Islam, dan dipahami pula bahwa ayat ini bukan bermaksud menegor istri-istri nabi karena, misalnya, ada di antaranya yang berpenampilan jahiliyyah itu, melainkan hanya semata-mata nasihat agar mereka tetap tinggal di rumah, dan keluar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara’, jangan meniru tradisi yang dilakukan para hamba sahaya pada zaman jahiliyyah dahulu, sehinnga nasehat ini berlaku bagi semua kaum muslimat di manapun.[2]


$tBur tb%x. öNåkèEŸx|¹ yYÏã ÏMøt7ø9$# žwÎ) [ä!%x6ãB ZptƒÏóÁs?ur 4 (#qè%räsù z>#xyèø9$# $yJÎ/ óOçFZä. šcrãàÿõ3s? ÇÌÎÈ  
            sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (Q.S Al-Anfaal: 35)
Ayat ini pun mengisyaratkan salah satu adat kebiasaan pada zaman jahiliyyah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qurthubi dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Quraisy dahulu suka thawaf mengelilingi Ka’bah dengan telanjang, sambil bertepuk tangan dan bersiul. Mereka anggap ini merupakan bagian dari ibadah. [3]
Kemudian dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sebelum Islam, apabila kaum Quraisy tawaf di Baitullah, mereka suka bertepuk tangan dan bersiul. Maka turunlah ayat ini sebagai ancaman terhadap perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al-Wahidi yang bersumber dari Ibnu Umar).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Quraisy mengganggu Nabi saw yang sedang tawaf dengan bertepuk tangan dan bersiul. Maka turunlah ayat ini sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka mengganggu kaum muslimin yang sedang beribadat.(diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id).[4]


#sŒÎ*sù z`øón=t/ £`ßgn=y_r& £`èdqä3Å¡øBr'sù >$rã÷èyJÎ/ ÷rr& £`èdqè%Í$sù 7$rã÷èyJÎ/ (#rßÍkô­r&ur ôursŒ 5Aôtã óOä3ZÏiB (#qßJŠÏ%r&ur noy»yg¤±9$# ¬! 4 öNà6Ï9ºsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 `tBur È,­Gtƒ ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøƒxC ÇËÈ  
 apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. (Q.S At-Tholaq: 2).

Dalam ayat ini Allah menegaskan persyaratan saksi adalah orang yang memiliki sifat adil. Secara istinbathi ayat tersebut sudah jelas dan tidak menimbulkan masalah. Orang yang adil adalah orang yang padanya melekat sifat taqwa dan muru’ah. Orang yang tidak memiliki ketaqwaan dan tidak menjaga muru’ah bukanlah orang yang adil.
Namun, dalam penerapannya, ukuran orang yang menjaga muru’ah itu berbeda-beda sesuai perbedaan waktu dan tempat. Tidak menutup kemungkinan misalnya di satu tempat dipandang menghilangkan muru’ah, tetapi di tempat yang lain tidak.


 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í#uqø9$# ã@÷VÏB y7Ï9ºsŒ ………….3 ÇËÌÌÈ  
Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. (Q.S Al-Baqarah: 233)

Ayat ini menjelaskan tentang kewajiban suami memberi nafkah istri secara ma’ruf. Ukuran ma’ruf disini berbeda-beda sesuai kemampuan suami, sebab tidak ada nash yang menjelaskan berapa kadar nafkah yang ma’ruf (baik) itu.
Segala sesuatu yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah tidak menjelaskan kadarnya, maka ukurannya dikembalikan kepada urf, seperti ukuran besarnya mahar, upah bagi buruh atau pembantu rumah tangga di suatu tempat dan lain-lain.[5] 

Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚ̍ôãr&ur Ç`tã šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ  
 jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Al-A’raf: 199).

Oleh Ulama ushul fiqh Kata al-urf dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.[6]
  
DAFTAR PUSTAKA


Suwarjin. Ushul Fiqh. Yogyakarta: TERAS. 2012
 Shaleh, Q & Dahlan, A dkk. Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al-qur’an. Bandung: CV Penerbit Diponegoro. 2000.
Tricahyo, Agus. Materi Balaghah 1. Ponorogo: STAIN PO PRESS. 2016.


[1] Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta: Teras, 2012), hal.148.
[2] Agus Tricahyo, Materi Balaghah 1 (Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2016), hal. 36.
[3] Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 151.
[4] Q. Shaleh, A. Dahlan dkk, Asbabun Nuzul latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al-qur’an ( Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2000), hal. 244.
[5] Ibid., 151.

No comments:

Post a Comment

Pengertian Memori atau Ingatan - Psikologi Pendidikan